WELCOME to the Dance Floor of bluePen - Let me be your ARmS to hug You with My ARtS

Pages

Monday, July 29, 2013

Biru Presentasiku (1st Version)

c e r p e n
Biru Presentasiku (1st Version)
( Oleh: Atho’ R. M Sasmito*)

Di antara sekian banyak motor dan beberapa sepeda pancal yang ada di parkir kampus, aku tegakkan matic biruku dengan anggun. Kukaitkan tali helmku ke dalam jok. Dari spion kecil bagian kanan, kulihat rambutku yang panjang dan ikal acak-acakan. Kurapikan rambut ala Stefan William itu dengan jari-jariku. Setelah puas, aku berjalan meninggalkan parkir dengan gagah. 


Biru Presentasiku
Hari ini ada mata kuliah Speaking 2, rencananya aku maju presentasi. Sebelum menuju kelas aku singgah dulu di tempat utama yang paling dituju oleh  kebanyakan mahasiswa setelah tempat parkir.

‘KAMAR MANDI.’

Entah kenapa aku merasa kamar mandi menjadi tempat istimewa bagi kebanyakan mahasiswa. Heran! Kenapa bukan kelas, kantin, perpustakaan atau apalah yang menjadi tempat utama yang dituju. Apa sichh sebenarnya istimewanya ruangan yang rata-rata hanya berukuran 2 x         3 meter itu?
Aku tak tahu apa yang mereka lakukan di dalam kamar mandi, bahkan mereka rela antre menunggu giliran masuk. Aku mencoba mengikuti langkah mereka untuk mengetahui istimewanya tempat itu.  Aku menunggu di pintu utama yang sudah ditutup. Di belakangku sudah banyak yang antre membentuk barisan panjang sampai kayak kereta api. (Ahhh lebaaaaay!!!).

“Klik!!! Kriiieeeeet...”

Pintu kamar mandi terbuka. Keluarlah sesosok keren yang bisa membuat cewek rugi berat kalau sampai ga ngeliriknya. Cowok dengan model rambut mohawk  ala Alan Smith (Ga tahu Alan Smith??? Hadeww... ‘:P ). Kemejanya berwarna merah dan kotak-kotak,  celana skinny Jeans (kata Raditya Dhika,  adalah salah satu fashion item  yang memberi loe pilihan mau gaul atau impoten. Kenceng banget Men!!!). Aku ngebayangin dia, bagaimana aksinya kalau sudah kebelet dan cepet-cepet buka celananya. Waaoww pasti heboh sendiri.

Dari penampilannya yang begitu wah, membuatku berpikir, apakah di dalam kelas ‘aksi’nya sebanding dengan penampilannya??

“ Eh mas, jadi masuk ga? Kok malah bengong!” sodok orang dari belakang. Kutengok dan kudapati seorang cowok yang tak kalah kerennya. Potongan rambut ala boy band Korea dengan warna rambut merah marun. Waaoww...

“Oh ya, sorry sorry,” jawabku cengar-cengir sambil masuk ruang istimewa itu.

Pintu aku tutup. Aku berdiri sendiri di sini, tiada seorang pun yang menemani (ahh...sok puitis!). Ku coba meresapi dan merasakan apa istimewanya ruangan ini. Dinding  bercat warna putih, di atas ada sebuah lampu putih berbentuk spiral, di tembok menempel sebuah kran air yang belum ditutup, di bawahnya ada kotak tempat menampung air yang keluar dari keran itu, di samping bawah ada tempat yang asyik buat nongkrong (kloset Cuy...), di depan, bawah tepatnya di lantai ada lubang pembuangan air, di bawahnya lagi, di bawahnya lagi, dan di bawahnya lagi, ahh... tak tau lah aku! Apa sichhh istimewanya tempat ini, semakin membuatku menggaruk rambut di kepalaku yang ga gatal.

Ahhh persetan dengan tempat ini! Mukaku sudah panas, aku mau cuci muka dulu, apalagi sejak kemarin sore aku belum mandi, ups...

Setelah puas menaboki muka pakai air, kuluruskan rambut ikalku dengan tangan yang masih basah. Sebelum meninggalkan ruangan ini, kuamati, kuteliti, kucermati dan kupahami sekali lagi hakikat dari ruangan ini.
Mataku menangkap sesuatu yang tergeletak di sudut ruangan. Kucoba meneliti benda apakah itu gerangan. Sebuah bungkus kecil berwarna merah, bentuknya persegi, pipih, bahan dari plastik. Kutekan benda itu dengan jempol dan telunjukku, mencoba mengeluarkan sisa-sisa isi yang ada di dalamnya. Aku mendapatkannya, ternyata isinya berbentuk gel, berwarna merah dan bening. Kucoba merasakannya dengan menggesek-gesekkan di ujung telunjuk dan ibu jariku. Rasanya lengket tapi tidak seperti lem. Kuperhatikan lagi bungkusnya, ku cermati lagi, dan ku baca tulisan-tulisan yang ada di sana.

‘WATER GLOSS, SUPER HARD.’

“Ough...” gumamku sambil manggut-manggut. Ku oleskan gel itu ke rambut ikalku yang panjang sambil kuluruskan rambutku. Busyet!!! Langsung lurus, kaku dan tegang Cuy...

Sedang asyik dengan penemuan baruku, tiba-tiba pintu digedor.
“Dok!! Dok!! Dok!!”

Kepalaku nongol, ASTAGFIRULLAH!!! Seorang cowok sangar kayak preman, dengan rambut pirang, pasang muka masam, dengan mata elang menatap tajam mataku.

“Ngapain aja di dalam? lama banget!” ujar cowok itu dengan ketus.
“Ow ya sorry Mas, belum selesai,” jawabku segera kembali masuk dan membanting pintu.

Setelah puas berada di dalam, aku pun keluar. Di depan pintu masih berdiri cowok sangar dengan muka masam memandangku.

“Kalau mau puas-puasin, besok bawa toilet sendiri!” kata cowok itu, seolah-olah hidup di kehidupan film Dragon Ball, apapun bisa disimpan di dalam sebutir kapsul, sekali lempar bisa langsung keluar.

Aku hanya senyum sinis mendengar kata-katanya, dan berlalu meninggalkan tempat itu. Di belakang si cowok ada beberapa orang yang berdiri menunggu giliran masuk. Ada yang duduk jongkok saking pegelnya ngantri, ada yang bersandar di dinding, ada juga yang pura-pura menunggu teman dari tempat parkir. Aku pun tersenyum meninggalkan mereka.

Aku bergegas menuju ruang kelasku di lantai dua. Sepanjang perjalanan menuju kelas, kuperhatikan mahasiswa-mahasiswa yang tertangkap oleh kedua mataku. Baru kusadari, nggak ada mahasiswa yang  jelek di sini, cowoknya cakep-cakep and keren, ceweknya cantik-cantik, malah cowok-cowok ada yang tak kalah cantik (Tapi sorry ya, gue bukan Hombreng  :D). Ke mana saja diriku selama ini, kenapa baru bisa menyadari.

Cewek-ceweknya sudah kayak artis penampilannya, cowok-cowok nggak kalah keren. Di tempat belajar calon guru ini aku membayangkan dunia pendidikan ke depan, di dalam kelas pasti nggak ada  seorang murid pun yang kepalanya ndelosor di meja pada waktu pelajaran.

Aku bergegas segera menuju ke kelasku. Di sana sudah ada seorang dosen yang mulai membuka perkuliahan. Setelah mendapat izin untuk masuk, aku menuju bangku kosong yang berada di belakang.

Ketika perkuliahan sudah berjalan, waktunya untuk mahasiswa presentasi. Minggu sebelumnya sudah banyak yang maju, tapi lagi-lagi hanya orang-orang itu saja yang selalu maju, dari jumlah mahasiswa kurang lebih ada Limapuluh-an namun yang sering maju hanya didominasi oleh wajah-wajah itu saja, pada di mana yang lainnya? ups... seharusnya aku bertanya pada diriku sendiri, karena aku juga bagian dari mereka yang tidak pernah sekalipun tampil di depan kelas :”)

Nahhh ini masalahnya, ketika yang sering maju sudah tampil semua, tinggal yang (maaf) pasif belum, bisa mengerti sendiri kondisinya seperti apa? Seperti apa hayowww??

Berkali-kali dosen meminta salah satu dari sekian mahasiswa yang ada di dalam kelas untuk maju dan presentasi. Namun tak ada satu pun yang bergerak untuk maju, bahkan bernafas pun tak berani (lebay!). Suasana benar-benar lenggang, sepi seperti di kuburan.

Sebenarnya aku sangat ingin maju ke depan. Di mata kuliah Speaking 1, nilaiku  terbakar karena sekalipun aku tak pernah menganjakkan pantat dari bangku untuk maju. Semester sekarang Aku sudah janji untuk mulai aktif. Dan semalam aku sudah mencoba menjadi orang gila, dengan berbicara sendiri di depan cermin, menghafal text yang akan aku presentasikan di depan kelas. Tapi jika kali ini aku maju, ini adalah kesempatan pertamaku untuk tampil di depan kelas, padahal aku kan orangnya cool, pendiam dan nggak banyak bicara. Aku nggak yakin dengan mentalku.

“Ya Tuhan, Kuatkanlah aku untuk maju, karena ini pertama kalinya bagiku,” doaku dalam hati sambil menangis. (T.T)

Rasanya berat sekali kakiku untuk melangkah dan beranjak dari tempat dudukku. Aku merasa seperti dalam video klip Tak Gendong-nya Mbah Surip, kakiku seperti ada yang mengganduli, entah apa atau siapa aku tak tahu. Aku sangat ingin untuk maju, dadaku serasa bergemuruh, namun kakiku terasa berat untuk melangkah. Jangan-jangan memang benar Mbah Surip yang mengganduli kakiku.

Aku segera mengambil inisiatif serangan. Dengan mata terpejam, kutarik nafas dalam-dalam, mulutku komat-kamit membaca mantra, dan kudekatkan mulutku ke dengkul. Dannnnnnn.

“Bruuuuuhhhh!!!” seketika keluar semburan keras dari mulutku.
Aku nggak sadar bahwa ternyata tingkahku mampu memecah kebuntuan dan kesunyian di dalam kelas. Semua pasang mata menatap ke arahku, aku tak mengerti dari setiap tatapan yang mengandung pertanyaan. Aku merasa menjadi kecil, kecil, dan kecil. Ingin rasanya aku melebur menjadi debu dan hilang seketika.

“Hi! You! Do you want to make a presentation today?” tanya dosen sambil menunjuk ke arahku.

“Eh.. eh.. Yes I do,” jawabku ragu-ragu.

“Ok, give applause to your friend!” kata dosen kepada seluruh mahasiswa yang berada di dalam kelas.

Sorak-sorai dan gemuruh tepuk tangan mengiringi langkahku ke depan kelas. Aku yakin di antara teman-teman ada yang belum kenal aku. Bisa ku lihat, dengar dan rasakan dari suara bisik-bisik dan reaksi wajah dari mereka, seakan bertanya” Emangnya dia siapa? Di teman kita ya? Sejak kapan di kelas kita ada dia?”

Aku berhenti dan berdiri tepat di depan kelas. Ku pandangi teman-temanku yang duduk sambil menanti-nanti suara yang akan aku keluarkan. Aku merasakan ruang kelas tiba-tiba menjadi lapang dan luas, aku bagaikan titik kecil seorang diri yang berdiri dengan kaki gemetaran.

Dengan gugup dan gemetar, aku mulai membuka mulutku dan berbicara. Presentasiku kali ini tentang pengalaman masa laluku, yaitu pengalaman bad seventeen. Ini sebenarnya cerita lucu, di hari tepat aku berusia tujuh belas tahun, aku mengalami kesialan bertubi-tubi, putus dengan pacar, ban bocor, digigit monyet sialan pula, pokoknya apes dahh...

Sebenarnya ini cerita lucu, namun aku tak yakin mampu membawakan lucu di depan teman-temanku, sedangkan aku berdiri dengan tubuh basah kuyup, menggigil dan gemetar padahal matahari bersinar sangat terik dan suasana kelas sangat panas. Sambil bercerita (dari usaha hafalan semalam) aku perhatikan reaksi teman-temanku, di antara mereka ada yang senyum-senyum, ada yang tertawa tertahan, ada juga yang  sambil menahan kentut. Sumpah jelek banget wajah mereka!(piss)

Aku pikir mereka suka dengan ceritaku, aku pun semakin menggebu-gebu lebih bersemangat untuk bercerita. Reaksi teman-temanku semakin menjadi-jadi, wajah mereka tampak semakin jelek menahan tawa. Kulirik dosen yang duduk di sampingku, tampak beliau pun meringis menahan tawa. Berarti aku sukses membawakan ceritaku! Yess!! Dan aku pun mengakhiri ceritaku.

“Are you Blue Boy?” tanya dosen sambil tersenyum.

“Ihh... kok tau???” balasku dengan gaya Andrey Taulani di OVJ.

“ Kemejamu warnanya biru, pulpen yang ada di sakumu biru, kaos dalammu biru, sepatumu biru, bahkan Tripel Yu (UW) kamu itu warnanya juga biru” jawab dosen itu sambil menunjuk daerah sensitifku.

Pelan, pelan, dan pelan kualihkan pandanganku ke bawah. Dan.
OMG!!!

Resletingku terbuka dan tampaklah warna segi tiga biruku dengan sempurna. Segera aku membalikkan badanku dan menguncinya rapat-rapat.
Teman-temanku yang tadi jelek-jelek menahan tawa, semakin tambah hancur dengan tawa mereka yang meledak-ledak dan semakin menjadi-jadi, bahkan tertawa terpingkal-pingkal sambil kentut yang suaranya melebihi semburanku tadi.

Puas rasanya bisa membangkitkan dan meramaikan kelas yang sepi seperti kuburan. Itung-itung juga ibadah sudah bisa memberi hiburan gratis kepada teman-teman bisa tertawa sampai terkentut-kentut.

Aku duduk di bangkuku kembali, ku hela nafas panjang lalu ku hempaskan. Setelah diriku kembali tenang, ku pandangi langit biru melalui jendela kaca di sampingku. Aku membayangkan setelah ini aku akan jadi terkenal, walaupun aku tak secakep dan sekerEn orang-orang yang aku lihat tadi.  Aku merasa hariku tiba-tiba berubah menjadi biru setelah presentasiku tadi, sebiru Tripel Yu ku. OMG!!! 
bluePen, 5.14 p.m,  03502102


Penulis adalah alumni IKIP PGRI Bojonegoro 2012, aktif di Sekolah Menulis SEC


____________
Silahkan kirim karya cerpen anda ke email blokbojonegoro@gmail.com
Terimakasih (Redaksi)

#Biru Presentasiku (1st Version) muat di blokBojonegoro Minggu, 28 Juli 2013 28 Juli 2013 08:00:09 : http://blokbojonegoro.com/read/article/20130728/biru-presentasiku.html
#Biru Presentasiku (2nd Version) muat di Majalah UKM Sinergi, IKIP PGRI Bojonegoro Edisi Agustus - Oktober 2012  Compare with this story : http://bluepen-arms.blogspot.com/2013/07/biru-presentasiku-2nd-version_23.html 

Wednesday, July 24, 2013

(Bukan) Sekedar Menunggang Sapi
(Oleh :Atho’ R.M Sasmito)



KENAPA Kok Sapi? Bukan Harimau atau Macan Putih atau juga yang FU yang keren bikin cewek-cewek pada nglirik?

Nggak perlu sebut merek secara langsung, nanti malah promosi (padahal iya :D )

Sebelum memutuskan untuk memilih Sapi yang akan selalu menemani melibas jalanan. Sebelum mengenal Sapi, dulu waktu pertama kali memakai motor  Cowok adalah Yamaha L 2 Super ( Untuk menghormati, kali ini sebut merek nggak apa-apa ya :D ) warna biru peninggalan Alm. Ayahanda tercinta. Motor itu beliau beli pada tahun 1983. Pada saat itu, hanya beliaulah yang mempunyai motor. Sempat aku berfikir, tahun segitu di mana bisa membeli bensin kalau yang punya motor saja jarang?

Eh waktu tanya kakak, katanya jaman dahulu Pom Bensin hanya ada di Kalianyar, Kapas. Jadi biasanya beliau setiap ngisi bensin pasti juga bawa jirigen untuk persediaan di rumah. (Biar enak nggak nyebut merek, sebut aja itu Belanglang Tempur atau Si Belang aja ya).  Nah Si Belang banyak menyimpan sejarah perjuangan Ayahanda dalam pengabdiannya untuk dunia pendidikan. Jaman dahulu jalanan masih asli terbuat dari tanah. Setiap hujan pasti Ayahanda berangkat ataupun pulang dari sekolah ngerakal sejauh hampir  (kalau perkiraanku sih) 6 KM dari jalan raya. Dari jalan raya itu kemudian melaju ke Sekolah Dasar Sandingrowo, Tuban (sampai sekarang aku belum pernah tahu di mana sekolah itu tempatnya).

Menurut cerita kakak sih, saat-saat menjelang akhir “pengabdiannya”, pada waktu itu sore hari hujan deras mengguyur dengan hebatnya, ayahanda pulang dari mengabdi, ngerakal bersama Si Belang di atas jalanan yang becek, hanya ada sawah-sawah yang luas terbentang di kanan dan kiri jalan. (Bisa di bayangkan jika jalanan asli dari tanah yang setiap hari dilalui, apalagi di musim hujan, berapa dalamnya lumpur di jalan itu?) saat itu kondisi ayahanda yang sudah tidak muda lagi dan kurang fit, beliau tetap memaksakan diri. Setelah kejadian itu, beliau jatuh sakit. Dan tepat di usia 16 bulan aku terlahir di dunia, beliau meninggalkan sejarah beserta perjuangannya.

Sepeninggalan beliau, aku tak tahu banyak cerita tentang Si Belang, entah ngangkrak atau tetap dipakai. Kalau nggak salah waktu kecil aku merasa pernah diboncengkan oleh ibu naik Si Belang (entah mimpi atau nyata, sampai sekarang masih ingat jaman kecil itu). Seiring berkembangnya jaman, Si Belang bergantian dipakai oleh kakak-kakakku untuk bepergian atau mencari jerami ataupun rumput untuk makan sapi.

Pertama kali aku naik Si Belang pada waktu aku duduk di bangku kelas 2 SMP (2004-an). Pada jaman itu aku adalah siswa paling kecil di kelas (bisa dibayangkan, TB -+ 125 CM naik Si Belang). Dan tahun itu pun jalanan desa masih banyak yang asli terbuat dari tanah(Tahun 2010 jalanan BARU mulai SEDIKIT makmur). Nah setelah dibelajari kakakku naik Si Belang, aku dilepas sendirian. Aku bisa menguasai Si Belang walaupun kedua kakiku nggak bisa nyentuh tanah. Pas sore waktu mau pulang, aku melihat rombongan truk-truk di depanku, nggak mungkin aku bisa mendahuluinya. Akhirnya aku putuskan memutar, memilih jalan lain untuk pulang  ke rumah bersama Si Belang.

Jalan yang aku tempuh untuk pulang adalah jalan yang dulu selalu Alm. Ayahanda lewati dengan ngerakal bersama Si Belang, jalanan asli dari tanah, di kanan dan kiri jalan hanya ada sawah dan juga kuburan. Aku mulai bimbang, karena jalan itu masih asli dari tanah, dan di sana jalannya bergelombang, bekas ada truk yang ambles waktu lewat. Aku tetap nekat ingin cepat pulang karena sudah sore.

Ku geber Si Belang di atas jalan itu. Aku tak tahu apa yang terjadi, semua berjalan begitu cepat, tau-tau aku sudah jatuh di sawah yang berlumpur dan sepedaku mancep di sawah di samping bawah jalan. (Sukurinnnn :D)

Aku teriak-teriak minta tolong, tapi tak ada seorang pun yang datang. Aku balik berjalan kaki dengan pakaian kotor ke desa yang telah aku lalui, dan minta tolong untuk mengangkat Si Belang. Orang- orang satu desa ramai berbondong-bondong ke sawah untuk mengangkat Si Belang dari sawah (hadewh malu jadinya aku :”) )

LHOH kok malah curhat jadinya???

Sedikit lagi ya... J

Pada jaman SMK selama 3 tahun aku lebih banyak mengayuh Sahabatku si blueBike, seperti yang ada dalam Cerpen Semi Fiksi yang berjudul Bukan Seventeen Biasa (Jangan lupa baca cerita gokilnya ya J  http://bluepen-arms.blogspot.com/2013/06/bukan-seventeen-biasa.html ), hanya beberapa kali saja aku membangkitkan Si Belang untuk aku bawa ke sekolah. Bahkan waktu konvoi kelulusan 2008, Si Belang nggak bisa diajak kompromi, gara-gara mogok sesekali harus bongkar karburator dan businya (ApeSSS). So bajuku tetap bersih sama sekali nggak ada coretan atau tandatangannya :’(


#Tukang Ojeg Kampus :D

Pada jaman kuliah, meskipun aku gonta-ganti motor terus, sampai dikira anak dealer gara-gara sering ganti motor baru, kalau nggak salah sampai 7 kali ganti, berarti rata-rata per semesternya ganti motor terus ( somb00000ng). Tapi beberapa kali aku juga pernah mengajak Si Belang ke Kampus Biru. Kalau tidak salah pas Semester 3, dengan sepatu futsal warna biru, celana Jean warna biru, kemeja dan kaos dalam warna biru, bluePen di saku warna biru, tas ransel warna biru, Helm juga warna biru, oh ya waktu itu juga rambut semir biru (Namanya juga blueBoy baru GeDe, So totalitas All Of Everything About is Blue. Baca deh gambarannya di Cerpen Full Fiksi Biru Presentasiku :D http://bluepen-arms.blogspot.com/2013/07/biru-presentasiku-2nd-version_23.html )

Namun sementara ini Si Belang aku musiumkan dulu, suatu saat nanti juga ingin aku bangkitkan lagi dengan tampilan dan rasa yang sedikit berbeda (semoga). Si Belang aku musiumkan karena Cucunya sudah lahir, yaitu Si Sapi. Sesekali coba amati antara Si Belang dan Si Sapi, mulai dari depan, body dan lampu belakang hampir mirip modelnya.



#Hampir Mirip kan?? :D


Nah, dari sekian itu, kali ini baru masuk ke Sapi. (Alahemmmm)

Kembali lagi, sebelum memilih Si Sapi, pasti ada opsi dan alasannya.

1.     
Apapun bentuknya, pasti lebih memilih Garpu Tala dari pada Sayap. Bukan menjatuhkan, yang aku rasa, amati, dan teliti. Hampir semua produk Sayap, terlepas dari modelnya, barangnya berat(Antep), biasanya totok atau besinya kalau kendor pasti berisik sampai glodakan banget dan terdengar jelas di jalan yang nggak rata. Dari tarikannya cenderung molor, dari rem terutama cakram depan bunyi tik-tik khas tapi nggak bisa pakem dan Safety untuk pengeraman mendadak. Dari striping dan pilihan warna kurang sreg. Dan coba perhatihan, kebanyakan warnanya kalau sudah lama terlihat banget bulak, terutama yang berwarna merah. Otomatis Sayap nggak masuk dalam Opsi meskipun itu Si Harimau.

2. Kenapa nggak Si S? Juga kurang sreg dari perawatannya kalau rewel susah mintanya, yang menonjol dari starternya.

3. Awalnya memang Opsinya Si S T yang hampir sama bentuknya kayak Si Belang. Namun pertimbangan dari point no.3, motor sport yang kapasitas mesinnya 125 dengan Tapak Cakram di Sebelah kiri memang kayaknya keren dan harganya di bawah Fu, menjadi opsi pilihan ke-3 setelah Si Sapi atau FU tak kesampaian. 


4. Kenapa nggak milih FU? FU memang keren dan paling banyak dilirik cewek-cewek. Paling Mupeng FU yang bercorak Wajah Cewek kombinasi warna biru putih atau yang putih biru, lebih keren dari pada keluaran terbaru atau yang sebelum-sebelumnya. Tapi kalau pake FU, FUngsinya hanya untuk mejeng duang, nggak bisa diajak nyari duit, malah habisin duit. Nggak banget dah, apalagi konsumsi BBMnya juga mancur. Dari referensi-refrensi yang ada, konsumsi FU premium adalah 1:30, artinya 1 Liter untuk 30 KM. Hobby keluyuran, jelajah-jelajah dan juga orang lapangan dengan medan-medan yang tak terduga, kalau pakai FU Cuma terpakai berapa kali saja, pasti sudah rusak FU, uang dan orangnya jika FUngsinya hanya untuk mejeng dan dilirik cewek-cewek. 

5. Kenapa nggak milih Si Macan Putih? Dengan sistem injeksi dan tampilan untuk cowok, banyak yang suka dan buat mejeng juga keren. Tapi Si Macan nggak ada yang berwarna biru, selain itu juga harganya di atas Si Sapi. So Si Macan Putih mimpi pun nggak pengen. 

6. Nah kenapa milih Si Sapi Biru? Nggak tau alasannya kenapa ingin sekali nunggang Si Sapi. Dari tampilan yang super Gede tampak gagah dan kuat. Ketika dulu ada Sapi di parkir selalu pengen naik dan ingin coba menunggangi di jalanan, namun nggak pernah kesampaian. Kurang lebih 1 tahun lalu, obsesi untuk Sapi sangat kuat. Mulai mengumpulkan foto-foto dan informasi tentang Si Sapi, memasang Si Sapi di background Netty, bahkan juga asik mengkrop foto dan di pasangkan di atas Si Sapi Warna Biru. Benar-benar Edan.. :D



#Salah satu obsesi nunggang Sapi Merah Februari 2011 Punyae Mas Blek :D


Nah. Setelah hampir 8 Bulan menunggang Si Sapi dan sekarang jarak tempuh di Odometer menunjukkan angka 12.000 KM, ada beberapa beragam perasaan bersama Si Sapi yang telah lewati bersama.

Akhir tahun 2012, saat masih menjadi Reporter Produksi di JTV Bojonegoro, Si Sapi Biru corak Ke-3 dari pendahulunya akhirnya sampai di rumah juga, setelah ditunggu lama karena Biru masih Eksklusif di Bojonegoro, Tuban, Lamongan dan juga Gresik.

Tepat Seminggu setelah kehadiran Si Sapi di rumah, yaitu tepatnya Hari Jumat, tanggal 21 Desember 2012, Tanggal di mana diramalkan akan terjadi Kiamat. Pagi itu tak seperti biasanya, kalau setiap pagi atau bahkan sebelum subuh, ibu biasanya sudah mencangkul atau menyiram pohon-pohon pisang di pekarangan rumah, namun pagi itu pukul 5.30 waktu aku selesai mandi aku merasa ada yang aneh, tak ku dengar suara ibu beraktivitas, bahkan segelas susu hangat tanpa gula yang biasanya setiap aku bangun tidur ada di meja, pagi itu tak aku temui. Dengan perasaan tak karuan, dari kamar mandi, aku berlari menuju kamar ibu. Namun tempat tidur itu kosong, basah dan Berantakan. Ku layangkan pandanganku ke sudut kamar, dan terkejut melihat ibuku terbujur 180 derajat dari posisi tidur di atas kasur. Badannya kaku dengan tatapan mata kosong. Aku berusaha membangunkannya, namun ia tetap diam, hingga akhirnya aku bopong ke luar dan aku dudukkan di kursi, kemudian aku beri minum. Ia tetap saja diam, aku berusaha menyadarkannya, namun ia tak mau bicara. Hingga akhirnya aku putus asa, ku panggil kakakku untuk menangani, dan ia datang disusul beberapa warga juga mulai berdatangan. Ia memintaku untuk berangkat kerja saja, karena aku baru 1 bulan menjadi Reporter Program di JTV Bojonegoro, ia nggak mau kalau aku jadi kacau. Siangnya ibu akan dibawa ke rumah sakit.

Dengan pikiran kacau tak karuan, Si Sapi Biru yang masih memakai plat putih aku geber di jalan pada hari Jumat itu.

Hari Sabtu saat ibu masih di RS, saat semua crew sedang sibuk mempersiapkan Event di di Kalitidu hingga tak ada seorang pun di kantor yang bisa membantuku untuk liputan Program Sudut Kota untuk hari Selasa. Hari itu dengan tas penuh barangku dari RS dan juga peralatan untuk liputan, aku tambahi juga Tripod kamera yang aku tali dengan tubuhku di belakang punggung dan aku tindih dengan tas punggung hingga terasa aman, kemudian Jas Hujan aku taruh di atas Tangki Si Sapi untuk sekedar tatakan agar kamera besar yang aku kalungkan di depan dadaku tidak langsung membentur tangki.

Dengan modal nekat tanpa bantuan crew yang lain, aku berangkat liputan dengan bawaan yang Merkenek di seluruh tubuhku hingga aku kesulitan untuk bergerak. Sepanjang perjalanan bersama Si Sapi dan peralatan Shooting, aku melaju dengan hati-hati. Resiko dengan apa yang aku lakukan itu, jika aku jatuh, bukan hanya nasib Si Sapi yang baru satu Minggu di rumah, tapi juga alat-alat kantor yang aku bawa harganya SATU SETENGAH KALI HARGA SI SAPI!!!

Dengan peralatan itu, pikiran masih kacau, aku berusaha memberikan yang terbaik, aku berangkat menuju tetangga desaku, di sana ada sebuah kerajinan ukir pinus dan kayu jati. 2 jam aku ambil gambar dan liputan, kemudian pulang untuk istirahat sejenak dan beres-beres rumah, kemudian balik ke kantor dengan selamat, dan kembali ke RS menjaga ibu sambil menyelesaikan tanggung jawabku menyelesaikan Narasi dari hasil liputanku, agar bisa segera diVoiceOver dan diedit hasil gambar-gambarnya yang akan ditayangkan hari Selasa pagi dan sore.

Hari-hari berlalu tak bisa ku nikmati kehadiran Si Sapi. Hampir setiap hari hujan terus mengguyur, dan Si Sapi tak pernah bisa kering dan bersih melibas jalanan, bahkan aku hampir jatuh gara-gara melewati jalan paving yang ada bekas tanah warna kuning, karena walaupun aku pelan-pelan, jalan itu memang licin, apalagi Ban Si Sapi Tubeless tanpa ada kemampuan menggigit karena cocoknya untuk di jalan aspal. Perlahan-lahan, semua bisa aku lalui masa-masa itu bersama Si Sapi.  

Bulan Februari aku Resain dari JTV Bojonegoro, dan berencana ingin membuka Bimbingan Belajar setelah banyak sharing dengan sahabat saat masih duduk di bangku kuliah. Namun, ketika blokBojonegoro masih ada kesempatan untuk bergabung, akhirnya aku juga menjadi bagian dari blokBojonogoro dan tugas utama menhghandel Pemilihan Duta Wisata Kange Yune Bojonegoro 2013 dan juga menjalankan program bB GtS pelatihan jurnalistik ke seluruh sekolah se Kabupaten Bojonegoro.

Dari program inilah baru bisa merasakan nikmatnya menggilas Jalanan bersama Si Sapi. Dari mulai perbatasan Bojonegoro dengan Ngawi, yaitu Kecamatan Margomulyo, perbatasan dengan Cepu, Kecamatan Padangan, Kasiman, Malo, Ngasem, terus hingga ke Cluster timur, mulai dari Balen, Sugihwaras, Kedungaadem, Kepohbaru, hingga ke Sekolah di tempat Paling Tersembunyi di Kecamatan Baureno.

Dari setiap tempat yang dilalui, masing-masing melintasi medan yang berbeda-beda. Jalanan berbatu, aspal, berdebu, keluar masuk hutan, lewat pematang sawah, melibas banjir dan perjalan-perjalanan seru seru serta menantang lainnya.

Tak mengherankan, hanya dalam Waktu hampir 6 Bulan, jarak tempuh dalam Odometer menunjukkan angka 10.000 Km sedangkan angka di Trip kembali menjadi 0 untuk 10.000 perjalanan berikutnya. Jika dirata-rata dalam 1 bulan menempuh jarak 2.000 Km, sedangkan untuk pemakaian normal sepeda motor pada umumnya, 1.000 Km/Bulan.

Jika dihitung-hitung, jarak tempuh Si Sapi 2000/Bulan, Jika dalam satu Minggu ada 5 hari untuk pelaksanaan program, dan per harinya ada 2 sekolah, Artinya : 2.000 (Km) / 4(Minggu) = 500 KM/ Minggu. Jika dalam satu Minggu melaksanakan 5 hari, maka : 500 KM / 5 Hari = 100 Km/Hari
Kesimpulan : Jika dalam satu bulan Si Sapi menempuh jarak 2.000 Km, maka dalam setiap harinya dalam kurun waktu satu minggu 5 hari, maka Si Sapi menempuh jarak 100 Km/ Hari (dengan catatan, angka-angka di belakang koma diabaikan)
Horeeeee...... Pinter... \ J /


#Jarak tempuh dalam waktu hampir 6 Bulan

Namun, dengan penggunaan rata-rata 100KM/Hari, efeknya baru terasa akhir-akhir ini. di antaranya, kampas rem cakram depan sudah ganti, Accu Kering MF (Maintenance Free) sudah harus ganti, kalau jarak normal penggantian Oli untuk motor sport adalah 3.000 KM, paling tidak setiap 2 bulan sudah harus ganti.

Dari hasil Test Ride pertama kali menunggang Si Sapi, mencoba untuk mengetes konsumsi bahan bakar premium dengan mengisi di Pom Bensin (Harga Masih Rp 4.500/Liter), jika mengisi Rp 5.000 = 1,22 Liter, jumlah tersebut habis pada jarak -+ 42 Km, untuk memudahkan perhitungan dan cadangan bahan bakar bensin di tangki, maka Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) Si Sapi Adalah 1:40 Artinya 1 liter Bensin Untuk 40 Km Jarak tempuh.

Menurut beberapa referensi, Konsumsi BBM Si Sapi adalah 1:42, Si Macan Putih dengan Injeksinya 1:44, Si FU 1:30, Sedangkan Matic Cewek keluaran Garpu Tala yang ke-2 adalah 1:25 sampai 1:28
Jika dibandingkan dengan memakai Matic, Si FU, ataupun juga Macan Putih, Si Sapi yang masih menggunakan sistem Karburator, dengan performa dan ketangguhannya jauh lebih menguntungkan.


#Adventure

(+)
Ban Si Sapi Biru yang menggunakan Tubeless (tanpa ban dalam), ban depan sejak pertama kali pakai tak pernah menambah angin, ban belakang 1 kali terkena paku, masih bisa ditunggangi dan sampai di tambal ban dan tetap aman, dan nambal pun tak perlu waktu lama, tak kurang dari 1 menit, langsung bisa diajak membajak jalanan.

(+)
Belum ada satu tahun sudah ganti kampas rem, accu, dan ganti oli juga lebih cepat? Okey, lihat dulu performanya rasakan ketangguhannya. Coba bayangkan jika yang dipakai itu ada Si FU, Matic, Bebek, ataupun Si Macan Putih sekalipun. Dengan jarak yang mungkin belum ada yang sekian itu, sudah parah, belum lagi tak bisa menikmati perjalanan. Dan pasti lebih eman-eman FU kok diajak seperti itu?



#Demi Tanggung Jawab, Si Sapi Tetap Tangguh



Nah Lho!!!

Masih berpikir Si Sapi hanya untuk gaya-gayaan, biar keren dan dilirik banyak cewek???

PIKIR LAGI :D





(bluePen 2.00 a.m, 42703102)



Tuesday, July 23, 2013

Biru Presentasiku (2nd Version)

Biru Presentasiku (2nd Version)
( Oleh : Atho’ R.M Sasmito )



            Di antara sekian banyak motor dan beberapa sepeda pancal yang ada di tempat parkir kampus, ku tegakkan matic biruku dengan anggun dan setangnya aku kunci. Meskipun helm biruku nggak bagus-bagus amat, kalau nggak ada tuch helm sudah pasti bundas kepala ini, dan yang paling sial bisa kena tilang Pak Polisi, makanya walaupun jelek, tetep aku kunci di dalam jok.
     
        Dari spion kecil bagian kanan maticku, ku perhatikan rambutku yang panjang dan ikal ala Stefan William acak-acakan, segera ku rapikan dengan jari tanganku. Setelah cukup pede, dengan gagah aku meninggalkan tempat parkir.
      
           Hari ini ada mata kuliah Speaking 2, rencana aku ingin maju. Sebelum menuju kelas, aku singgah dulu di tempat istimewa yang paling sering dituju mahasiswa setelah tempat parkir.
      
            ‘Kamar Mandi’
        
          Entah kenapa aku merasa kamar mandi menjadi tempat istimewa bagi mahasiswa. Kenapa bukan kantin atau perpustakaan? Heran! Apa sih istimewanya ruangan yang rata-rata hanya berukuran dua kali tiga meter itu? Apa saja yang mereka lakukan di sana bahkan sampai rela antre menunggu giliran masuk? Semakin membuatku penasaran untuk menyusuri jejak mereka.
          
        Aku berdiri menunggu di depan pintu utama, di belakangku sudah banyak yang antre membentuk barisan seperti kereta api.(ah lebaaaayyy)

            “Klik!!! Kriiieeeeet...”

        Pintu kamar mandi terbuka. Keluarlah sesosok keren yang bisa membuat cewek rugi berat kalau sampai ga ngeliriknya. Seorang cowok dengan model rambut mohawk  ala Alan Smith ( Ga tahu Alan Smith??? Hadeww... ‘:P  ). Kemejanya berwarna merah dan kotak-kotak,  celana skinny Jeans (kata Raditya Dhika,  adalah salah satu fashion item  yang memberi loe pilihan mau gaul atau impoten. Kenceng banget Men!!!). Aku ngebayangin dia, bagaimana aksinya kalau sudah kebelet dan cepet-cepet buka celananya. Waaoww pasti heboh sendiri.

         Dari penampilannya yang begitu wah, membuatku berpikir, apakah di dalam kelas ‘aksi’nya sebanding dengan penampilannya??

          “Eh mas, jadi masuk ga? Kok malah bengong!” sodok orang dari belakang. Ku tengok dan kudapati seorang cowok yang tak kalah kerennya. Potongan rambut ala boy band Korea dengan warna rambut merah marun. Waaoww...     

          “Oh ya, sorry sorry,” jawabku cengar-cengir sambil masuk ruang istimewa itu.

         Pintu aku tutup. Aku berdiri sendiri di sini, tiada seorang pun yang menemani (ahh...sok puitis!). Ku coba meresapi dan merasakan apa istimewanya ruangan ini. Dinding  bercat warna putih, di atas ada sebuah lampu putih berbentuk spiral, di tembok menempel sebuah kran air yang belum ditutup, di bawahnya ada kotak tempat menampung air yang keluar dari keran itu, di samping bawah ada tempat yang asyik buat nongkrong (kloset Cuy...), di depan, bawah tepatnya di lantai ada lubang pembuangan air, di bawahnya lagi, di bawahnya lagi, dan di bawahnya lagi, ahh... tak tau lah aku! Apa sichhh istimewanya tempat ini, semakin membuatku menggaruk rambut di kepalaku yang ga gatal.

        Ahhh persetan dengan tempat ini! Mukaku sudah panas, aku mau cuci muka dulu, apalagi sejak kemarin sore aku belum mandi, ups...

           Setelah puas menaboki muka pakai air, ku luruskan rambut ikalku dengan tangan yang masih basah. Sebelum meninggalkan ruangan ini, ku amati, ku teliti, ku cermati dan ku pahami sekali lagi hakikat dari ruangan ini.

Mataku menangkap sesuatu yang tergeletak di sudut ruangan. Ku coba meneliti benda apakah itu gerangan. Sebuah bungkus kecil berwarna merah, bentuknya persegi, pipih, bahan dari plastik. Ku tekan benda itu dengan jempol dan telunjukku, mencoba mengeluarkan sisa-sisa isi yang ada di dalamnya. Ku mendapatkannya, ternyata isinya berbentuk gel, berwarna merah dan bening. Ku coba merasakannya dengan menggesek-gesekkan di ujung telunjuk dan ibu jariku. Rasanya lengket tapi tidak seperti lem. Ku perhatikan lagi bungkusnya, ku cermati lagi, dan ku baca tulisan-tulisan yang ada di sana.

            ‘WATER GLOSS, SUPER HARD.’

            “Ough...” gumamku sambil manggut-manggut. Ku oleskan gel itu ke rambut ikalku yang panjang sambil kuluruskan rambutku. Busyet!!! Langsung lurus, kaku dan tegang Cuy...
  
          Sedang asyik dengan penemuan baruku, tiba-tiba pintu digedor.  

“Dok!! Dok!! Dok!!”

Kepalaku nongol, ASTAGFIRULLAH!!! Seorang cowok sangar kayak preman, dengan rambut pirang, pasang muka masam, dengan mata elang menatap tajam mataku.

Ngapain aja di dalam? lama banget!” ujar cowok itu dengan ketus.

Ow ya sorry Mas, belum selesai,” jawabku segera kembali masuk dan membanting pintu.

Setelah puas berada di dalam, aku pun keluar. Di depan pintu masih berdiri cowok sangar dengan muka masam memandangku.

“Kalau mau puas-puasin, besok bawa toilet sendiri!” kata cowok itu, seolah-olah hidup di kehidupan film Dragon Ball, apapun bisa disimpan di dalam sebutir kapsul, sekali lempar bisa langsung keluar.

           Aku hanya senyum sinis mendengar kata-katanya, dan berlalu meninggalkan tempat itu. Di belakang si cowok ada beberapa orang yang berdiri menunggu giliran masuk. Ada yang duduk jongkok saking pegelnya ngantri, ada yang bersandar di dinding, ada juga yang pura-pura menunggu teman dari tempat parkir. Aku pun tersenyum meninggalkan mereka.
     
    

#Cakepan mana ya, yang rambut Panjang atau Punk :D 
Narsis


      Sepanjang perjalanan menuju ruang kelasku yang berada di lantai dua, aku merasa setiap orang memperhatikan aku, cewek-cewek yang sedang bergerombol tiba-tiba semuanya memperhatikan aku, bahkan orang yang tak aku kenal pun tersenyum padaku ketika berpas-pasan melewati aku. Jangan-jangan ini efek setelah memasuki ruang istimewa tadi, auraku jadi keluar. Aku semakin gagah melangkahkan kaki.

     Dalam perjalanan, aku memperhatikan setiap mahasiswa yang tampak dalam mataku, aku baru menyadari satu hal. Ternyata mahasiswa di sini nggak ada yang jelek, cowoknya cekep-cakep, ceweknya cantik-cantik, bahkan cowok ada yang nggak kalah cantik (Tapi sorry yeww, gue bukan hombreng...:D). Andaikan aku bisa kembali menjadi murid suatu saat nanti, pasti aku nggak akan ngantuk di jam pelajaran.           
         Dari luar ruang kelasku, aku mendengar suara teriak-teriak. Aku sudah bisa menebak apa yang terjadi. Pasti dosen meminta mahasiswa maju untuk presentasi, namun tak ada satu pun yang maju, karena mereka yang biasa maju hanya didominasi mahasiswa yang itu-itu saja sudah maju semua.
      
         Saat dosen sudah hampir putus asa karena tak ada seorang pun yang berani maju untuk presentasi, dengan gagah aku berjalan memasuki ruangan kelas dan menawarkan diri untuk presentasi. Kehadiranku disambut antusias dan aplaus meriah oleh teman-temanku satu kelas.

        Entah kenapa aku merasa PeDeku meningkat tak seperti biasanya, ini pasti setelah masuk di ruang istimewa tadi. Kalau tahu begini, kenapa nggak dari dulu-dulu saja aku sering-sering masuk ruang istimewa itu.
    
          Di depan semua teman-temanku, aku mulai mengeluarkan suara. Tema presentasi  adalah pengalaman yang tak terlupakan dalam hidup. Aku menceritakan pengalaman lucu mengenai kesialan yang datang berubi-tubi di hari tepat aku semestinya bisa merasakan sweet seventeen. Putus dengan pacar, ban bocor, dapat hadiah berupa tatto di lengan oleh gigi monyet hitam sialan pula. Apes dahh pokoknya

        Selama presentasi ku perhatikan ekspresi teman-temanku yang mendengarkan curahan hatiku. Ada yang senyum-senyum mendengarkan kisahku, ada yang tertawa tertahan, bahkan ada juga yang sambil menahan kentut. Sumpah jelek banget wajah mereka. Piss!!!
  
        Aku pikir mereka sangat menikmati ceritaku, aku pun semakin menggebu-gebu bercerita. Reaksi teman-temanku semakin menjadi-jadi, wajah mereka tampak semakin jelek menahan tawa. Ku lirik dosen yang duduk di sebelahku berdiri, tampak beliau pun meringis menahan tawa. Berarti aku sukses membawakan ceritaku! Yess!! Dan aku pun mengakhiri ceritaku.

           “Are you Blue Boy?” tanya dosen sambil tersenyum.

           “Ihh... kok tau???” balasku dengan gaya Andrey Taulani di OVJ.

        “Kemejamu warnanya biru, pulpen yang ada di sakumu biru, kaos dalammu biru, sepatumu biru, bahkan Tripel Yu (UW) kamu itu warnanya juga biru” jawab dosen itu sambil menunjuk daerah sensitifku.

            Pelan, pelan, dan pelan ku alihkan pandanganku ke bawah. Dan.

            OMG!!!

         Resletingku terbuka dan tampaklah warna segi tiga biruku dengan sempurna. Segera aku membalikkan badanku dan menguncinya rapat-rapat.

       Teman-temanku yang tadi jelek-jelek menahan tawa, semakin tambah hancur dengan tawa mereka yang meledak-ledak dan semakin menjadi-jadi, bahkan tertawa terpingkal-pingkal sambil melepaskan kentut yang mereka tahan.

        Berarti selama presentasiku tadi teman-teman bukan tertawa karena ceritaku? Juga orang-orang yang perhatian bukan karena auraku yang keluar?

      Tiba-tiba aku menjadi kecil, kecil dan kecil. Ingin rasanya aku melebur jadi debu dan hilang seketika. Namun harus ku hadapi kenyataan ini. Aku merasa tiba-tiba hariku berubah menjadi biru setelah presentasiku. Sebiru Triple Yu ku. OMG!!!(arms)


bluePen_6.17 am, 15 September 2012
Muat di Majalah UKM Jurnalistik SINERGI, IKIP PGRI BOJONEGORO
Edisi Agustus-Oktober 2012





#Majalah UKM Jurnalistik Sinergi


Jangan Asem

Jangan Asem
( Oleh ; Atho’ R. M Sasmito )


        BRAKKKK!!!
            Pintu kamar dibanting dengan kerasnya, Laras menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.
            “Laras, buka puasa dulu Nduk. Kamu pasti sudah lapar habis pulang dari kuliah,” pinta ibu Laras dengan lembut dari luar pintu kamar.
            “Hari ini sayurnya apa bu?!” tanya laras dengan ketus dari dalam kamarnya.
            “Ini ibu buatkan jangan asem Nduk, setelah seharian panas, jangan asem pasti seger Nduk,” jawab ibu.
            “Asem lagi, asem lagi. Dari dulu kok asem terus sih bu. Asssem!!!” keluh Laras dengan kesal.
            “Kenapa Nduk?”
            “Dulu sebelum puasa, hampir setiap hari mesti jangan asem. Sekarang bulan puasa, jatah makannya berkurang, masih asem terus, nggak ada istimewanya!”
            “Ojo ngono to Nduk, syukuri apa yang sudah diberikan kepada kita. Masih banyak yang tidak seberuntung kita yang masih diberikan rezeki untuk makan, meskipun yang dengan jangan asem,” tutur ibu.
            “Iya bu, tapi kok jangan asem terus!”
            “Meskipun jangan asem, ibu buatnya kan ganti-ganti terus. Ada kacang, terong, godong telo, kangkung,”
            “Iya bu, tapi tetap saja asem. Asem!!!”
            Ibu hanya terdiam sedih. Setelah beberapa saat berdiri di pintu kamar Laras, ia akhirnya memutuskan untuk beristirahat karena capek setelah seharian bekerja.
            “Ibu mau istirahat dulu Nduk, capek seharian ngurusi ladang di belakang rumah kita. Nanti kalau mau makan, semua sudah ada di meja, tadi juga ibu buatkan segelas  susu hangat buat kamu,” kata ibu sambil berlalu menuju kamarnya untuk istirahat.
            Azan waktu salat isya telah dikumandangkan. Laras tak beranjak dari kamarnya. Ibu Laras pergi tidur karena kecapekan.
Setelah tadarus diperdengarkan melalui toa yang ada di surau, Laras yang hanya berdiam diri dan tiduran, mulai bangkit dan keluar dari kamarnya menuju meja makan. Diam-diam dia memang sudah lapar. Walaupun sudah bosan karena hampir setiap hari makan dengan sayur asem terus, kadang sayur asem terong, kacang, daun ketela, sampai kembang turi menjadi isi sayur yang berkuah bening itu, mau tak mau Laras terpaksa harus memakannya, karena adanya memang itu.
            Laras membuka tudung berbentuk kotak dan berwarna merah yang ada di atas meja makan. Ia mengambil piring yang sudah disediakan oleh ibunya di samping sayur asem, ia mengisi piring itu dengan satu, dua dan tiga entong nasi dari bakul, kemudian menuangkan sedikit kuah sayur asem dan sedikit kacang panjang yang tampak segar-segar, ia mengambil tiga iris tempe goreng dan melumatkan sambel terasi di atas nasinya yang basah dengan kuah sayur asem.
Di samping tempat ia meletakkan piringnya, ada segelas susu hangat yang asapnya masih sedikit mengepul ketika ia membuka tutup gelas itu yang terbuat dari plastik.
“Setiap hari makan kok pake jangan asem terus, bagaimana otakku bisa bersaing dengan teman-temanku di kampus, kalau nutrisiku saja tak pernah tercukupi, bikin nyaliku tambah ciut gara-gara bau badanku malah mudah kecut kayak jangan asem ini, dan sekecut kehidupan yang aku alami ini,” gerutu Laras sambil memasukan sendok yang berisi campuran nasi, sambel terasi, tempe dan jangan asem ke dalam mulutnya.
Tadarus Al-quran kian terdengar sahut-sahutan dari masjid dan surau, Laras makan dengan lahap di ruang tengah. Dari kamar ibunya, sudah terdengar suara dengkuran yang melantunkan kerasnya perjuangan ibu sebagai orang tua tunggal Laras.
__--=*=--__
Laras sudah menjadi mahasiswi semester tiga. Di antara orang-orang yang ada di desa tempat Laras dan ibunya tinggal, hanya Laras dan satu orang yang mengenyam pendidikan di bangku kuliah, yaitu putrinya kepala desa yang baru masuk semester pertama juga di kampus tempat Laras menuntut ilmu.
Rumah tempat tinggal Laras sangat sederhana, berlantaikan teraso warna kuning, beberapa celah di antara tatanan itu sudah retak, dan pasir sering  keluar dari celah itu karena diangkati oleh semut-semut hitam kecil yang bersarang di bawah lantai. Dinding rumah dari papan yang ditata secara horizontal, setengahnya di bagian bawah ada tembok yang mulai rapuh.
Di rumah itu hanya Laras dan Ibunya yang menempati, bapak Laras meninggal dunia karena kecelakaan saat laras masih duduk di bangku kelas 4 SD, dan kakaknya sudah bekerja di Surabaya sejak bapaknya meninggal.
 Desa tempat tinggal Laras berada jauh terpencil dari kota. Rumah-rumah penduduk terlindung  hutan jati, rata-rata perekonomian penduduk sama. Di antara semua yang tinggal di sana, Laraslah yang paling beruntung bisa merasakan duduk di bangku kuliah.
Dengan mengandalkan pensiun dari suaminya yang dan menggarap lahan di pekarangan rumah, ibunya Laras berusaha keras agar Laras bisa kuliah, agar kelak bisa mendapat kehidupan yang lebih layak dari kehidupannya sekarang. Tak mengherankan jika lurah di desa itu termotivasi oleh ibu Laras untuk juga menguliahkan putri bungsunya.
Dalam seminggu, Laras harus empat kali bolak-balik, berangkat dan pulang dari rumah sampai ke kampusnya, dan sekali jalan menempuh  jarak sejauh tiga puluh kilometer, keluar masuk hutan jati, melewati jalan-jalan desa yang matoh dan belum makmur. Dengan sepeda bebek butut peninggalan almarhum bapaknya, lebih dari satu jam baru tiba di kampusnya dengan peluh dan bau badan yang bercampur aduk menjadi parfumnya.
__--=*=--__



#Lamma juga ya nggak ngirim ke media cetak

Suatu sore Laras pulang lebih awal dari biasanya karena selesai ujian semester. Sesampainya di rumah, ia memarkir bebek bututnya di samping rumah dan bergegas masuk kamar untuk mengganti pakaian hitam putihnya, ia ingin pergi lagi untuk buka bersama dengan teman-temannya di kota.
Setelah berganti pakaian dan sedikit merias wajahnya, ia bergegas untuk segera berangkat sebelum nantinya telat karena rumah temannya lumayan jauh.
Laras keluar dari kamar dan mencari ibunya untuk pamit. Ia menuju ke belakang rumah karena mendengar suara pompa air berderit, pasti ibunya sedang mencuci beras.
Sesampainya di belakang ia mendapati ibunya ternyata memang sedang memompa air. Di samping bawah sumur ada bak kecil yang berisikan air berwarna putih, di dalam bak ada bojog berisikan beras yang digerojog air dari sumur pompa. Di samping bak ada seikat kacang lanjaran dan beberapa asem.
“Asem maneh!” batin Laras tersenyum sinis.
“Kok sudah rapi, memangnya mau ke mana Nduk?” tanya ibu sambil mengaduk beras di bojog.
“Laras mau buka bareng teman-teman Laras di kota bu, laras berangkat dulu ya,” pamit laras seraya berlalu hendak menuju bebek bututnya yang ada di samping rumah.
“Nggak buka di rumah aja to Nduk?”
Halah bu, asem ae terus,” jawab laras seraya berlalu meninggalkan ibunya.
 Laras menggenjot starter motornya, namun mesinnya tidak bisa hidup. Aneh. Biasanya sekali pancal, sepedanya langsung bisa diajak jalan. Laras menggenjot lagi starternya, tapi motornya masih belum bisa hidup. Tiba-tiba perasaan Laras menjadi tidak enak. Laras tetap menggenjot starternya, dan...
Breeeemmmm
Laras meninggalkan halaman rumah. Takut terlambat, dengan cepat ia menggeber bebek bututnya di atas jalan desa yang terbuat dari paving.
Belum ada dua menit, Laras kembali ke rumah. Ia segera memarkir lagi si bebek di samping rumah dan berlari menuju belakang.
Laras berdiri mematung di samping sumur pompa.
Didapatinya ibunya tergeletak di samping bawah sumur yang beralaskan mistar. Daster warna cokelat yang dikenakannya basah kuyup, air leri warna putih yang sebelumnya ada di ember sudah mengalir menuju pembuangan, warna putih itu bercampur dengan warna merah berasal dari kepala ibu yang rambutnya terurai mengikuti aliran air, beras yang tadi dicuci, berhamburan di bawah sumur, beberapa juga mengotori wajah ibu.
Di tangan kanan ibu menggenggam daging sapi yang masih segar, dibungkus plastik bening ukuran satu kilogram, di tangan kirinya menggenggam sebungkus bumbu rawon instan. Di mana asem dan kacang lanjaran yang tadi ada di samping sumur???(arms)

bluePen, 4.31 am, 15 August 2012

#Dimuat di Jawa Pos Radar Bojonegoro, Minggu 2 September 2012