WELCOME to the Dance Floor of bluePen - Let me be your ARmS to hug You with My ARtS

Pages

Monday, December 30, 2013

Pembalasan Si Sapi


Pembalasan Si Sapi
(Oleh : Atho' R.M Sasmito)
AKU Tak tahu kenapa Tuanku lebih suka menyebut diriku Sapi dari pada nama asliku sendiri. Mungkin karena bentuk tubuhku sendiri kalau dilihat-lihat dan diimajinasi memang sekilas tampak seperti sapi. Tapi entah apapun alasan Tuanku memanggilku Sapi, yang jelas aku merasa berbeda dibandingkan tunggangan-tunggangan yang lain.

 Pertama kali aku dibawa kepada Tuanku sekitar satu tahun yang lalu. Saat itu aku berdebar-debar untuk bertemu dengannya. Aku tiba di rumah siang hari Jumat, menanti-nati seperti apa orang yang nanti akan menunggangiku ke manapun ia ingin pergi. Sampai sore hari aku mendengar katanya ia pulang larut malam karena lembur. Aku pun semakin penasaran dengannya, dan aku yakin ia di sana juga sudah nggak sabar ingin berkenalan dan menunggangi diriku.

 Keesokan harinya, aku mulai berkenalan dengan Tuanku. Ternyata Tuanku masih muda dan cakep, wahhh pasti tambah membuatku menjadi semakin keren. Tuanku mulai mengajakku berkenalan.

 “Wah Sapiku sudah bangun, ayo pemanasan dulu sebelum jalan-jalan," ucapnya seraya terseyum ramah kepadaku.

 "Siap Tuan. Kemanapun Tuan pinta, saya siap melayani," ucapku seperti Jin dalam lampu yang ditemukan Aladin.

 Ternyata perkenalan pertama, aku tahu Tuanku orangnya sangat hati-hati dan pengertian kepadaku. Buktinya ia tahu bagaimana memperlakukanku, kalau biasanya orang-orang malas selalu menjewer telinga agar bangun pagi hari, terus diajak berlari langsung, namun Tuanku berbeda. Ia mengelus pinggangku untuk membuatku bangun, setelah itu ia membiarkan aku melakukan pemanasan dua sampai tiga menit, selanjutnya ia mengajakku keliling desa.

 “Mantap! Setelah sekian lama akhirnya bisa juga aku menunggangimu," puji Tuanku sesampainya di rumah.

 Beberapa saat ia, Tuanku itu, tampak bersemangat untuk siap-siap membawaku ke tempat kerjanya.

 Aku tak tahu kenapa, entah setan Sapi jenis apa yang telah mengotori pikiran Tuanku, sehingga ia lebih memilihku untuk mengabdi kepadanya daripada yang lain. Padahal, masih banyak yang lebih keren daripada aku. Ada Si Macan Putih yang iklannya berlari di salju, ada juga Si Harimau yang udah lebih dulu fenomenal dari aku, yang lebih keren juga yang namanya seperti pendekar dari jepang warnanya hijau pasti bikin cewek-cewek pada pengen ditunggangi...ups diboncengin.

#Bayangkan Kalau ini Si Besar Warna Hijau dengan Ban Kayak Donat...Hmmmm...Nggak Banget!!!

 Yang aku tahu dari curhatan Tuanku, sejak sekitar 2 tahun sebelum aku datang, Tuanku sangat tergila-gila dengan pesona dari kaum-kaumku. Setiap ada saudaraku yang lewat pasti diliriknya, bahkan juga sampai dibuntuti sambil terbayang nikmatnya nenunggangiku. Bahkan saking gilanya, ia mengoleksi gambar-gambar saudaraku, dan mengedit fotonya ada di atas punggung saudaraku, benar-benar gila. Dan hari-hari menjelang kedatanganku, ia mencari-cari informasi tentang kekurangan dan kelebihanku, serta bagaimana cara memeliharaku agar tetap sehat dan siap untuk digembalakan dimanapun tempatnya.

 Hari ini tepat satu tahun aku setia menemani Tuanku. Banyak pengalaman yang aku rasakan bersamanya. Di antaranya, tepat seminggu kehadiranku di rumahnya, Nyonya Besar alias Ibu dari Tuanku jatuh dari tempat tidur dan dilarikan ke rumah sakit. Selama itu juga aku tak bisa merasakan saat-saat yang indah bersama Tuanku, karena pikirannya kacau, kegembiraan yang seharusnya ia rasakan bisa menikmati aku tak bisa aku rasakan. Di bulan pertama, aku tak bisa membahagiakan Tuanku.

 Sekarang, di hari ulang tahunku, aku telah banyak berkelana dan berpetualang dengan Tuanku. Kalau pada umumnya dalam satu tahun normalnya rata-rata tunggangan menempuh jarak 12.000 km, tapi itu tidak berlaku untukku. Di usiaku tepat satu tahun ini, bersama Tuanku aku telah mencapai 20.000 km. Dan yang lebih mengherankan, aku jarang diajak ke luar kota. Seingatku hanya dua kali ke luar kota, yakni sekitar bulan April lalu aku diajak ke Mojokerto, dan beberapa minggu kemarin aku baru dari Bromo, dengan oleh-oleh badanku lecet dan tandukku sedikit bengkong.


#Si Sapi Mejeng sama Kuda Bromo  :D

 Walaupun baru dua kali atau tepatnya tiga kali ke luar kota, yakni juga pernah ke Cepu, paling tidak itu juga sudah keluar dari kota, namun hampir semua tempat di  semua sudut arah mata angin di kabupaten ini pernah aku singgahi, bahkan pernah sampai ke sebuah desa di ujung kabupaten ini yang aku yakin belum ada satupun Sapi pernah ke sana. Berbagai medan juga pernah aku jejaki dengan tapakku yang lebar ini. Mulai dari aspal mulus, jalan berbatu dan berdebu, lumpur yang licin, juga jalan berbatu di tengah hutan yang tidak lazim untuk dilalui oleh spesies sepertiku. Maka tak mengherankan, meskipun jarang ke luar kota, namun aku telah menempuh 20.000 km dalam satu tahun hanya melibas jalanan di kota ini. Itu semua karena tanggung jawab Tuanku berkunjung di berbagai tempat di kabupaten ini, sesuai dengan hobinya yang suka keluyuran.



#Ribuan Kilo Jalan yang Kau Tempuh, Syalalalalalalaaaaa....

 Namun akhir-akhir ini aku agak kurang fit karena perlakuan Tuanku. Minggu kemaren hampir seminggu bengawan solo meluap dan mengakibatkan banjir. Rumah Tuanku yang berada di bantaran sungai memang tidak kebanjiran, namun jalan yang harus ku tempuh untuk keluar dari desa harus menerjang banjir di jalanan.

 Di hari pertama banjir, aku dipaksa Tuanku untuk menerjang banjir yang sudah sampai dadaku. Setelah berjuang keras mendengus-dengus dengan keras akhirnya aku bisa melewati banjir itu. Sesampainya di rumah aku hela nafas panjang untuk istirahat.

 Banjir di hari ke-dua, Tuanku lebih nekat, pagi hari setelah pemanasan aku tak diberinya minum, padahal tenagaku sudah diperas kemarin, akibatnya ketika aku menerjang jalan yang sama, tepat di tengah banjir aku ambruk kehabisan tenaga. Tuanku mencoba menjewer untuk membangunkanku, namun tak berhasil. Kemudian ia mulai menggenjotku di tengah banjir, mau tak mau dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada aku bangkit kembali dan mendengus-dengus dengan suara memekakkan telinga ketika menerjang banjir.

 Dan di hari ke tiga, ia tak berani lagi mengajakku lewat jalan yang sama, karena ia juga bisa merasakan kondisiku kurang fit.

 "Hari ini aku tidak akan memaksamu lagi Sapi, hari ini kita break dulu, aku tahu kamu pasti sangat kecapekan gara-gara banjir," katanya tersenyum sambil memandikanku.

 Aku sedikit bernafas lega mendengarnya, paling tidak aku bisa sedikit merenggakngkan otot-ototku, dua hari banjir benar-benar menguras tenagaku.

 Namun kelegaanku berubah ketika Tuanku tiba-tiba menerima pesan dari handphonenya dan dengan segera ganti pakaian.

 "Maaf Sapi, hari ini ada tugas mendadak. Ayo temani aku ekspedisi bantaran sungai bengawan solo," ucap tuanku.

 "Hahhh! Aku capek, butuh istirahat," gumamku kecewa.

 "Aku janji, hari ini tidak akan memaksamu seperti kemarin, aku rela terjun langsung nanti, daripada melibatkanmu berendam bersamaku," janjinya seraya tersenyum kepadaku.

 Dengan lesu, aku merelakan punggungku untuk ditunggangi Tuanku dan berangkat menuju desa-desa di bantaran sungai bengawan solo.

 Setelah melalui berbagai desa, Tuanku memang tidak melanggar janjinya, ia mencari jalan agar aku tidak menerjang banjir. Namun karena aku benar-benar lelah, akhirnya aku ngambek dan tidak mau lagi diajak jalan. Ku lihat Tuanku mulai bimbang.

 "Waduh, kenapa sih kamu ngambek? Aku kan nggak ngajak kamu menerjang banjir lagi. Ayo donk bangun, tugasku belum selesai nih," kata Tuanku cemberut.

 Sampai tengah hari aku masih ngambek, aku benar-benar capek. Tapi ku lihat langit mulai gelap, aku merasa kasihan pada Tuanku yang sedang menjalankan tugasnya. Setelah dirayu-rayu, akhirnya aku luluh, tapi bukan karena rayuan, melainkan aku kasihan sebentar lagi hujan pasti turun. Aku pun bangkit, dan Tuanku bersorak kegirangan. Kita pun melanjutkan perjalanan.


#Melintasi Sungai Bengawan Solo

 Tapi ternyata Tuanku mengingkari janjinya, meskipun ia sudah bertanya pada orang dan melarangnya, namun ia tetap memaksaku menerjang banjir lebih parah. Aku benar-benar sewot dibuatnya, apalagi sepanjang perjalanan pulang hujan deras tak membuat Tuanku peduli kepadaku.

 Kemarin tepat di Hari Natal, akhirnya dendamku pada Tuanku terbalaskan atas penderitaan yang aku alami. Ketika pagi hari aku pemanasan, ia mengolesiku dengan minyak, begitu ia lengah, kugigit telunjuknya hingga ujungnya hancur. Pagi itu rumahnya menjadi ramai, lantaran para tetangga berdatangan melihat apa yang terjadi.

 Di dekat sumur tua samping rumah, ia dikerumuni oleh tetangga, ujung telunjuknya hancur oleh gigitanku hingga tampak tulang kecil warna putih di antara darah merah segar yang terus menetes ke lantai. Dan akhirnya ia dibawa ke rumah sakit di pagi hari yang gerimis itu.

 Sesampainya di rumah, aku tersentak mendengar bahwa ujung telunjuknya terancam amputasi. Aku tak menyangka sampai segitunya akibat dari gigitanku.

 Maafkan aku Tuan, setidaknya dengan begini aku bisa lebih banyak waktu untuk istirahat. Dan kamu, aku yakin tahu bagaimana memanfaatkan waktu luangmu.


#Sapinya Nuakallll... :(




 bluePen, 8164_72213102



#Dimuat Minggu, 29 Desember 2013 di : http://blokbojonegoro.com/read/module/20131229/pembalasan-si-sapi.html

Kirimkan juga Karyamu ke Email : blokbojonegoro@gmail.com
Cerpen tayang setiap hari Minggu.

Sunday, December 22, 2013

+1 IBU Hari Ini Selama 1 Jam, Aku Ingin Mengajak Ibu Jalan-Jalan ke Kota


KEINGINANKU Sangat sederhana, aku ingin mengajak ibu jalan-jalan ke kota.

Tepat satu tahun yang lalu, tepatnya hari Jumat (21-12-2012), pada hari yang diprediksi bakal terjadi kiamat ini, aku seperti mengalami kiamat kecil dalam hidupku. 

Pagi itu masih bisa ku rasakan hangatnya mentari dan sejuknya udara pagi, namun seperti ada yang kurang pada pagi itu. Biasanya sejak subuh ibu sudah sibuk di dapur, beres-beres rumah, membersihkan pekarangan, atau menyiram tanaman, namun hingga matahari mulai meninggi tak juga ku lihat sosok yang biasa menyiapkan segelas susu hangat tanpa gula untukku setiap pagi.

Ketika selesai mandi, seperti ada bisikan yang memaksaku berlari menuju kamar ibu. Sesampainya di kamar beliau, ku dapati tempat tidur ibu berantakan. Dan yang membuatku seperti tersambar petir pagi hari, ketika ku dapati ibu tergelatak kaku dan pandangan mata yang kosong di lantai sudut kamar, dengan posisi kepala 180 derajat dari bantal di atas kasur. Segera aku bopong dan ku bawa ke ruang tengah untuk menyadarkannya dan memberikan minum. Setelah itu tetangga mulai berdatangan dan ibu segera dilarikan ke rumah sakit.

Bagiku,  ibuku adalah wanita paling perkasa yang pernah aku temui. Semua pekerjaan di rumah ia jalankan. Mulai dari bekerja di sawah, mencangkul ladang, membersihkan rumah dan pekarangan, bahkan pernah menyulap hutan bambu menjadi sawah yang subur untuk ditanamai. Selain itu, ibu juga punya agenda bulanan, yakni ia biasa mengayuh sepeda mini warna merah miliknya ke kota, mengambil pensiunan almarhamum bapak di kantor pos, setelah itu ia pasti bersepeda keliling kota dan berbelanja di pasar kota, dan itu selalu dijalaninya dengan gembira.

Sejak aku duduk di bangku SMK hingga aku menyandang gelar sarjana, aku selalu menyempatkan waktu untuk menjemput ibu di pasar dan membawakan barang belanjaannya. Kadang aku merasa sangat berdosa ketika ku ingat-ingat lagi saat telat menjemput ibu di pasar dan bertemu di jalan. Ketika ku angkat 2 buah kardus yang dibonceng di belakangnya, beratnya mencapai 25 kg, berisi gula, minyak dan susu kaleng, beserta barang belanjaan yang lain. Bagaimana bisa aku membiarkan ibu yang lebih tua dari usia negara ini mengayuh sepeda dengan barang bawaan seberat itu, sampai-sampai roda sepeda tampak bergoyang ketika berputar.

Ibuku yang sekarang, bukanlah ibuku yang dulu. Sejah peristiwa satu tahun yang lalu, ibu terkena stroke, badan sebelah kanannya lumpuh. Namun setelah menjalani 3 bulan terapi, hingga sekarang alhamdulillah sudah bisa berdiri dan berjalan, meskipun tampak seperti diseret. Selama satu tahun ini, setiap hari ibu hanya menghabiskan waktu di dalam rumah untuk makan dan tidur, kalaupun jalan-jalan paling jauh hanya di teras depan rumah.

Aku ingin mengajak ibu jalan-jalan ke kota, melihat ramainya taman kota dan menyapa orang-orang di pasar yang pasti sudah sangat merindukannya. Meskipun sangat sederhana, setidaknya aku ingin selalu melihat bulan sabit di bibirnya.(arms)


bluePen, 6512_22213102

Saturday, December 21, 2013

SO???


Kapan Lagi?
(Oleh : Atho’ R.M Sasmito)

            PERTAMA Kali aku menjadi mahasiswa, aku benar-benar merasakan sesuatu yang berbeda daripada sewaktu aku masih duduk di bangku SMK. Salah satu faktornya mungkin dulu sewaktu di SMK, hampir semua siswa adalah cowok. Cewek yang sekolah di tempatku dulu hanya 3 anak yang mengambil jurusan otomotif. Mungkin karena dulu krisis cewek, ketika masuk kuliah membuatku shock banyak cewek-cewek apalagi dandannya cantik-cantik, benar-benar shock. Faktor itu mungkin hanya sedikit persentasenya yang membuatku kaget menjadi mahasiswa.

            Faktor selain cewek, dulu aku sewaktu sekolah mengambil jurusan otomotif, kemudian setelah lulus, ikut belajar las karbit selama 7 minggu, setelah itu menjadi mahasiswa aku memilih jurusan bahasa inggris. Sama sekali nggak ada yang nyambung dari jurusanku sebelumnya. Dan di sinilah aku benar-benar merasakan labilnya diriku untuk menemukan jatidiriku sebenarnya.

            Berasal dari jurusan otomotif dari SMK yang didominasi oleh cowok, mungkin karena aku rajin, sehingga nilaiku lebih baik daripada teman-temanku yang lain, apalagi ketika pelajaran Bahasa Inggris, kalau boleh sombong nilaiku tak terkejar oleh teman-teman yang lain karena paling aktif di kelas.

            Namun kondisi berbeda ketika aku menjadi mahasiswa dengan kePeDeanku mengambil jurusan Bahasa Inggris karena memang suka dan nilaiku lebih baik dari teman-temanku SMK. Selama satu semester, aku benar-benar merasa shock akan persaingan teman-teman kuliahku satu ruang. Mereka begitu ringan untuk angkat tangan dan beranjak dan  berdiri di depan kelas sambil cap cip cus ngecuprus pakai Bahasa Inggris. Aku hanya menggeleng-geleng kepala melihat aksi teman-temanku yang berebut untuk mendapat nilai paling baik dengan selalu angkat tangan untuk menjawab pertanyaan atau maju untuk presentasi.

            Memang harus aku akui, dalam satu kelas berasal dari berbagai sekolah baik dari kota maupun luar kota tempatku kuliah. Dan rata-rata dari mereka yang sering maju berasal darI SMA-SMA unggulan atau mereka rata-rata sudah berpengalaman, bahkan tidak sedikit yang sudah mengajar di sekolah-sekolah. Dibandingkan dengan diriku???

            Boleh dibilang, di dalam kelas aku salah satu mahasiswa yang paling muda, meskipun usia rata-rata hampir sama di atasku. Aku lulus dari bangku SMK pada saat usiaku 17 tahun, dan usia itu langsung masuk di perguruan tinggi. Kalau dihitung-hitung, aku mendapat gelar S.Pd di usia 21 tahun. Menurutku itu usia sangat muda menjadi sarjana.

            Entah adakah kaitannya antara aku yang paling muda di dalam kelas, dibandingkan dengan teman-temanku yang rata-rata di atasku dan sudah banyak yang berpengalaman, apalagi background sekolah asal,  membuatku berpikir untuk membandingkan bahwa seperti anak kecil. Di dalam kelas mereka sudah bisa berjalan bahkan berlari kencang, sedangkan aku masih ngesot dan belajar untuk berdiri agar dapat berjalan.

            Hasil belajar yang dibuktikan dengan kartu hasil belajar (KHS) membuktikan, nilai IP ku di semester satu hanya 2,90, dengan huruf yang tertulis indah dari atas sampai bawah adalah C.

            Aku tidak menyalahkan nilaiku mendapat C, karena memang kenyataannya seperti itu. Selama satu semester, aku hanya bisa puas menyaksikan teman-temanku berebut untuk unjuk gigi demi mendapatkan nilai yang memuaskan.

            Selama satu semester, aku hanya duduk manis tanpa mampu menggeser bokongku untuk maju seperti teman-temanku. Mendapati hal itu, aku bukan hanya sekadar duduk manis, santai tanpa mau merubah diri.

            Memasuki semester 2, aku mulai berusaha menunjukkan diriku. Aku mencoba menghibur diriku, cukuplah sudah pertunjukkan dari mereka. Dengan mereka maju, aku mempunyai ukuran tingkatan atau rangking untuk diriku sendiri. Siapa saja urutan mereka 10 besar dari yang nomor 10 sampai yang terbaik di kelas. Setelah mendapatkan urutan untukku sendiri, aku mulai motivasi untuk mendesak urutan terbaik itu, dan itu harus aku mulai di semester 2, sebelum aku menyesal selamanya.

            Memang berat aku rasakan untuk memulainya. Aku mulai mempersiapkan diri untuk maju, saat itu ada sebuah tugas speaking dengan tema yang sudah ditentukan untuk dipilih.

            Aku memilih tema tentang banjir yang terjadi di kota ini, dengan sumber dari koran Bahasa Inggris.

            Hampir setiap malam aku berusaha menjadi orang gila dengan berbicara sendiri di depan cermin, untuk menghafalkan teks Bahasa Inggris yang ingin aku pakai untuk presentasi.

            Di kesempatan pertama, seperti biasa mereka yang aktif berebut untuk maju angkat tangan untuk unjuk gigi. Aku menjadi ragu untuk menunjukkan diriku. Sampai jam kuliah selesai, aku terpaksa menghela nafas panjang karena nggak berani maju. Biarlah mereka yang biasa maju duluan untuk mendapatkan nilai.

            Di minggu ke dua masih sama, hampir setiap malam aku berusaha menghafal teks untuk presentasi. Di pertemuan ke dua, sebagian dari mereka yang biasa aktif di kelas tinggal setengahnya yang belum maju. Ketika yang aktif sudah maju semua, dosen memberi kesempatan untuk 2 sampai 3 mahasiswa lagi maju, karena waktunya masih panjang.

            Dalam kesempatan itu, dadaku terasa bergemuruh untuk angkat tangan dan berdiri. Namun terasa diri ini bagaikan beku tak bisa bergerak. Sampai waktunya habis tak ada lagi mahasiswa yang maju. Begitu pun juga aku tak bisa bergerak sama sekali.

            Di kesempatan ke tiga, beberapa mahasiswa yang belum pernah maju berusaha untuk menunjukkan dirinya, meskipun memang masih tampak gagap dan gemetar di depan kelas. Di kesempatan itu hanya ada dua mahasiswa yang berani maju, sedangkan waktu masih lama. Dan dosen pun memberikan kesempatan untuk yang belum pernah maju untuk presentasi. Namun sepetinya sudah tak ada lagi mahasiswa yang ingin maju. Selama waktu diberikan, dosen tak henti-hentinya memberikan motivasi, atau juga bagaimana cara speaking. Meskipun begitu, ketika bertanya siapa yang mau maju, suasana kelas menjadi sepi seperti kuburan.

            Ketika waktu sudah semakin habis, Dadaku serasa bergemuruh, keiginanku menggebu-gebu ingin angkat tangan dan maju. Namun badan ini terasa berat untuk digerakkan, sekalipun itu tanganku. Kekhawatiran dan ketakutan kalau seandainya gagal dalam presentasi, malu, dan keraguan-keraguan semakin membuatku berat untuk maju.

            Namun hati kecil ini seperti memberikan kekuatan yang besar. Mau sampai kapan seperti ini? Menjadi seperti pecundang yang hanya puas menyaksikan kehebatan dan kesuksesan teman-teman, mungkin sampai lulus dan menjadi sarjana akan tetap seperti ini, tak akan pernah berubah, mau jadi apa nantinya setelah wisuda? Kala tidak dimulai dari sekarang, mau sampai kapan akan begini terus?

            Di tengah kesunyian di dalam kelas yang berisi kurang lebih sampai 100 mahasiswa ini, dengan sekuat tenaga tangan kanan terangkat dan memecahkan kesunyian. Ketika berdiri, suara tepuk tangan bergemuruh di dalam kelas.

            Dalam perjalanan maju di depan kelas, semua mata tertuju kepadaku. Mungkin banyak yang heran dan bertanya, siapa aku? Sejak kapan aku ada di kelas mereka? Apakah aku memang di kelas itu? Dan mungkin banyak pertanyaan dari tatapan mereka. Karena memang aku lebih sering duduk di bangku belakang tanpa pernah sekalipun maju dan memang aku merasa diriku sangatlah cupu.

            Ketika aku berdiri di depan kelas, dosen memintaku untuk memperkenalkan diri dan mulai presentasi.

            Aku berdiri mematung di depan kelas. Aku lihat wajah-wajah di depanku yang menanti kalimat keluar dari bibirku. Keringat dingin mulai membasahi dahiku. Aku mencoba mengangkat kertas referensiku. Aku lihat tanganku bergetar hebat. Mulutku seakan terkunci rapat dan sulit untuk dibuka. Dosen memperhatikan aku, aku melirik ke arahnya. Ku hela nafas panjang dan mencoba mulai membuka mulutku.

            “Good afternoon guys, let me introduce my self, my name is....”

            “Can you luoud your voice please,” pinta dosen

            Suaraku memang kecil dan seperti bergumam ketika presentasi itu sehingga dosen memintaku untuk mengeraskan suaraku.

            Aku menambah volume suaraku, mencoba mengeluarkan kata-kata yang sudah lebih dari 2 minggu aku hafalkan di depan cermin, bahkan aku rekam di handphone.

            Rasa nervous, sekujur badan gemetar, tangan gemetar memegang kertas, suara nggak jelas hafalan juga hilang.

            Selama presentasi aku hanya berani menatap langit-langit kelas sambil terus ngomong, entah ngomong apa, aku sendiri juga nggak paham, yang penting ngomong.

            Ketika aku anggap cukup, aku akhiri presentasiku.

            “Ok Guys, I think enough about my presentation..”

            Aku pun kembali ke tempat dudukku dengan baju yang basah oleh keringat, aku hela nafas panjang.

            Dosen pun memberikan komentar tentang presentasiku. Ternyata memang jauh dari standar presentasi yang seharusnya.

            “In the end of presentation, you can say “Thats all” to Close your presentataion,” pesan dosen.

            Huft. Masih saja deg-degan dan gemetar setelah presentasi pertamaku.

            Setelah presentasiku itu, salah satu mahasiswa cewek pinjam referensiku dan maju ke depan kelas. Ia mungkin pertemuan sebelumnya nggak masuk, tapi ia ingin maju, makanya ia pinjam kertasku.

            Dan aku semakin malu, ketika ia begitu lancar mempresentasikan referensiku di depan kelas, bahkan ia berbincang-bincang dengan dosen sangat lancar. Namun aku berusaha menghibur diri, karena memang ia lebih tua dari aku dan juga selain kuliah, ia juga sibuk mengajar di lembaga kursus dan rumahnya sendiri. Sedangkan aku memangnya siapa?

            Semenjak presentasi pertamaku yang kacau balau dan galau itu, aku mulai belajar banyak hal, dan setiap saat aku selalu belajar lebih baik lagi. Setelah presentasi itu, aku mulai berani sering angkat tangan dan maju untuk presentasi, meskipun masih gagap-gagap, bahkan aku juga memberanikan untuk ikut speech contest (Next Story) walaupun aku hasilnya aku gagal, setidaknya aku pernah mengalahkan penyiar radio yang menjadi favoritku. Ia sudah jatuh ketika seleksi tulis, sedangkan aku masih ada kesempatan untuk berdiri di podium.

            Keinginan untuk belajar dan berubah menjadi motivasi untukku. Dan memang semenjak itu, aku menjadi lebih aktif di kelas, sampai dosen-dosen juga hafal aku gara-gara sering maju. Bahkan ketika teman-teman menganggap dosen yang mengajar nggak enak dan killer, namun bagiku malah sebaliknya, aku malah menikmatinya dan nilaiku juga lebih baik.

            Sampai ketika akhirnya aku harus terpisah dari teman-teman sejak semester awal karena perampingan kelas. Aku yang awalnya di kelas D, terdepak cowok sendiri dari kelas D yang terusir ke kelas F.
            Di kelas F inilah menjadi semakin menggila, karena rata-rata teman di kelas ini seperti aku yang dulu belum pernah maju di depan kelas. Sampai akhir di kelas F ini, aku menjadi paling aktif dan menguasai kelas.

            Dan Alhamdulillah perubahan dari yang dulunya cupu selalu duduk di belakang tanpa berani angkat tangan, menjadi paling aktif di kelas, duduk paling depan dan menguasai kelas, semua karena proses, keinginan untuk berubah menjadi lebih baik dan tak lupa juga berdoa.

            Mau sampai kapan tetap berada di kondisi yang sama?

            Kalau tidak segera dimulai dari sekarang, kapan lagi??

            Kalau tidak dari diri sendiri, siapa lagi??? (arms)
bluePen, 3000_31021122
#ditemani 14 lagu-lagunya Bang Haji

Wednesday, October 16, 2013

Belajar Bikin Opini

Pantaskah Pahlawan dengan Ijazah Palsu?

( Oleh: Atho’ R. M Sasmito )



PAHLAWAN Merupakan pejuang yang gagah berani atau orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Namun sebutan pahlawan untuk orang yang ada di masa sekarang bukanlah mereka yang berjuang melawan penjajah, tetapi adalah sosok yang biasa dibanggakan dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa, yaitu guru.

Namun banyaknya kasus pemalsuan ijazah yang dilakukan oleh guru untuk kepentingan sertifikasi beberapa waktu lalu yang berhasil diungkap oleh Panitia Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon 142 Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya (http://penakita.com), dan juga telah ditemukan oleh tim verifikasi dari Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, yang menggunakan nama Unitomo untuk digunakan mendaftar PLPG di Rayon 114 Unesa (http://www.surabayapost.co.id) sangat bertolak belakang dengan profesi mulia yang seharusnya dilakukan oleh seorang pahlawan tanpa tanda jasa.

Memang profesi menjadi guru yang mendapat status Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi impian banyak guru, karena jaminan setiap bulan dan masa tua sudah pasti ada membuat banyak orang rela melakukan apa saja demi mendapatkannya, salah satunya dengan menggunakan ijazah palsu.

Seharusnya ada sanksi tegas kepada mereka yang telah terbukti menggunakan ijazah palsu itu untuk kepentingan sertifikasi guru. Amat sangat disayangkan seandainya kasus itu tidak terungkap atau oknumnya tak tertangkap. Proses untuk mendapatkan ijazah bukanlah sebuah cara yang sangat instan, mudah dan murah mendapatkannya.

Untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) harus ditempuh dengan menjadi mahasiswa selama 4 tahun, bergelut dengan waktu, tugas dan buku.  Kalau mau mengalkulasi pengorbanan yang dilakukan selama kurun waktu 4 tahun menjadi mahasiswa, pasti akan menemukan nominal yang sangat mengejutkan. Dan itu harganya sangat mahal dibandingkan dengan selembar kertas dan pengesahannya dengan memindahkan kuncir dalam prosesi wisuda, apalagi dibandingkan dengan ijazah palsu.

Acungan jempol patut untuk diberikan kepada Panitia PLPG Unipa dan Tim Verifikasi Unitomo yang berhasil mengungkap kasus ijazah palsu. Kalau melihat dari peranan guru, seorang guru bukan sekadar mengajarkan pelajaran kepada murid-muridnya, melainkan lebih dari itu. Yang patut disebut guru adalah mereka yang tak sekedar mengajar tetapi mereka yang mempunyai jiwa pendidik. Mengajar dan mendidik adalah dua kata yang memiliki makna yang berbeda. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesa (KBBI), mengajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui, sedangkan mendidik dari kata didik yang maknanya adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Tugas pokok dan fungsi (tupoksi) seorang guru bukan sekedar mengajar atau mentransfer ilmu pengetahuan yang ada di dalam buku kepada siswa. Namun lebih dari itu, tujuan dari pembelajaran adalah adanya perubahan dari tingkah laku dari peserta didik. Selain memberikan ilmu pengetahuan, seorang guru harus bisa mendidik dan menjadi contoh yang baik kepada anak didiknya.

Banyak ungkapan yang biasanya dilontarkan kepada guru-guru yang sudah mempunyai status sebagai PNS. Walaupun tidak semua guru PNS, namun banyak dikeluhkan bahwa kebanyakan mereka yang sudah PNS dalam mengajar seenak mereka sendiri, tanpa memikirkan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh siswanya. Para guru tipe ini memandang terpenting mereka masuk kelas, menerangkan pelajaran, memberi tugas dan nilai, atau yang mungkin lebih parahnya, mereka hanya menyuruh siswanya untuk mempelajari sendiri materi dan mengerjakan soal-soal yang ada di dalam lembar kerja siswa (LKS) tanpa memberikan bimbingan. Dalihnya adalah sudah bukan waktunya lagi guru banyak membicarakan tentang teori dan sudah saatnya siswa yang lebih aktif mengemukakan teori-teori dan mengembangkannya sendiri. 

Istilahnya banyak yang menyebut kebanyakan guru yang PNS pedomannya mengajar atau tidak mengajar tetap dibayar. Walaupun tidak semua guru PNS, namun cara mengajar yang dirasakan siswa kebanyakan seperti itu.

Jika dibandingkan dengan guru swasta (honorer), keseriusan mereka dalam memberikan ilmu dan juga kedekatan dengan siswa di kelas sangat jauh berbeda. Kebanyakan guru yang masih honorer lebih serius dalam mengajar dan mendidik siswanya. Mereka bukan sekedar menerangkan ilmu dari dalam buku, namun mereka juga mencoba lebih mendalami tentang siswanya, terkadang mereka juga harus membuat inovasi-inovasi dalam memberikan pelajaran di dalam kelas agar lebih menarik, lebih mudah untuk dipahami dan juga lebih dekat dengan anak didiknya. 

Seorang guru harusnya menjadi inspirasi dan teladan bagi murid-muridnya. Jika menilik esensi dari seorang guru, masih pantaskah gelar pahlawan tanpa tanda jasa itu disandang olehnya, jika menggunakan ijazah palsu demi kepentingan sertifikasi? (arms)

bluePen, 943031020180
----------------------------------

Penulis adalah Pegiat Sekolah Menulis SEC, alumni IKIP PGRI Bojonegoro