WELCOME to the Dance Floor of bluePen - Let me be your ARmS to hug You with My ARtS

Pages

Saturday, December 21, 2013

SO???


Kapan Lagi?
(Oleh : Atho’ R.M Sasmito)

            PERTAMA Kali aku menjadi mahasiswa, aku benar-benar merasakan sesuatu yang berbeda daripada sewaktu aku masih duduk di bangku SMK. Salah satu faktornya mungkin dulu sewaktu di SMK, hampir semua siswa adalah cowok. Cewek yang sekolah di tempatku dulu hanya 3 anak yang mengambil jurusan otomotif. Mungkin karena dulu krisis cewek, ketika masuk kuliah membuatku shock banyak cewek-cewek apalagi dandannya cantik-cantik, benar-benar shock. Faktor itu mungkin hanya sedikit persentasenya yang membuatku kaget menjadi mahasiswa.

            Faktor selain cewek, dulu aku sewaktu sekolah mengambil jurusan otomotif, kemudian setelah lulus, ikut belajar las karbit selama 7 minggu, setelah itu menjadi mahasiswa aku memilih jurusan bahasa inggris. Sama sekali nggak ada yang nyambung dari jurusanku sebelumnya. Dan di sinilah aku benar-benar merasakan labilnya diriku untuk menemukan jatidiriku sebenarnya.

            Berasal dari jurusan otomotif dari SMK yang didominasi oleh cowok, mungkin karena aku rajin, sehingga nilaiku lebih baik daripada teman-temanku yang lain, apalagi ketika pelajaran Bahasa Inggris, kalau boleh sombong nilaiku tak terkejar oleh teman-teman yang lain karena paling aktif di kelas.

            Namun kondisi berbeda ketika aku menjadi mahasiswa dengan kePeDeanku mengambil jurusan Bahasa Inggris karena memang suka dan nilaiku lebih baik dari teman-temanku SMK. Selama satu semester, aku benar-benar merasa shock akan persaingan teman-teman kuliahku satu ruang. Mereka begitu ringan untuk angkat tangan dan beranjak dan  berdiri di depan kelas sambil cap cip cus ngecuprus pakai Bahasa Inggris. Aku hanya menggeleng-geleng kepala melihat aksi teman-temanku yang berebut untuk mendapat nilai paling baik dengan selalu angkat tangan untuk menjawab pertanyaan atau maju untuk presentasi.

            Memang harus aku akui, dalam satu kelas berasal dari berbagai sekolah baik dari kota maupun luar kota tempatku kuliah. Dan rata-rata dari mereka yang sering maju berasal darI SMA-SMA unggulan atau mereka rata-rata sudah berpengalaman, bahkan tidak sedikit yang sudah mengajar di sekolah-sekolah. Dibandingkan dengan diriku???

            Boleh dibilang, di dalam kelas aku salah satu mahasiswa yang paling muda, meskipun usia rata-rata hampir sama di atasku. Aku lulus dari bangku SMK pada saat usiaku 17 tahun, dan usia itu langsung masuk di perguruan tinggi. Kalau dihitung-hitung, aku mendapat gelar S.Pd di usia 21 tahun. Menurutku itu usia sangat muda menjadi sarjana.

            Entah adakah kaitannya antara aku yang paling muda di dalam kelas, dibandingkan dengan teman-temanku yang rata-rata di atasku dan sudah banyak yang berpengalaman, apalagi background sekolah asal,  membuatku berpikir untuk membandingkan bahwa seperti anak kecil. Di dalam kelas mereka sudah bisa berjalan bahkan berlari kencang, sedangkan aku masih ngesot dan belajar untuk berdiri agar dapat berjalan.

            Hasil belajar yang dibuktikan dengan kartu hasil belajar (KHS) membuktikan, nilai IP ku di semester satu hanya 2,90, dengan huruf yang tertulis indah dari atas sampai bawah adalah C.

            Aku tidak menyalahkan nilaiku mendapat C, karena memang kenyataannya seperti itu. Selama satu semester, aku hanya bisa puas menyaksikan teman-temanku berebut untuk unjuk gigi demi mendapatkan nilai yang memuaskan.

            Selama satu semester, aku hanya duduk manis tanpa mampu menggeser bokongku untuk maju seperti teman-temanku. Mendapati hal itu, aku bukan hanya sekadar duduk manis, santai tanpa mau merubah diri.

            Memasuki semester 2, aku mulai berusaha menunjukkan diriku. Aku mencoba menghibur diriku, cukuplah sudah pertunjukkan dari mereka. Dengan mereka maju, aku mempunyai ukuran tingkatan atau rangking untuk diriku sendiri. Siapa saja urutan mereka 10 besar dari yang nomor 10 sampai yang terbaik di kelas. Setelah mendapatkan urutan untukku sendiri, aku mulai motivasi untuk mendesak urutan terbaik itu, dan itu harus aku mulai di semester 2, sebelum aku menyesal selamanya.

            Memang berat aku rasakan untuk memulainya. Aku mulai mempersiapkan diri untuk maju, saat itu ada sebuah tugas speaking dengan tema yang sudah ditentukan untuk dipilih.

            Aku memilih tema tentang banjir yang terjadi di kota ini, dengan sumber dari koran Bahasa Inggris.

            Hampir setiap malam aku berusaha menjadi orang gila dengan berbicara sendiri di depan cermin, untuk menghafalkan teks Bahasa Inggris yang ingin aku pakai untuk presentasi.

            Di kesempatan pertama, seperti biasa mereka yang aktif berebut untuk maju angkat tangan untuk unjuk gigi. Aku menjadi ragu untuk menunjukkan diriku. Sampai jam kuliah selesai, aku terpaksa menghela nafas panjang karena nggak berani maju. Biarlah mereka yang biasa maju duluan untuk mendapatkan nilai.

            Di minggu ke dua masih sama, hampir setiap malam aku berusaha menghafal teks untuk presentasi. Di pertemuan ke dua, sebagian dari mereka yang biasa aktif di kelas tinggal setengahnya yang belum maju. Ketika yang aktif sudah maju semua, dosen memberi kesempatan untuk 2 sampai 3 mahasiswa lagi maju, karena waktunya masih panjang.

            Dalam kesempatan itu, dadaku terasa bergemuruh untuk angkat tangan dan berdiri. Namun terasa diri ini bagaikan beku tak bisa bergerak. Sampai waktunya habis tak ada lagi mahasiswa yang maju. Begitu pun juga aku tak bisa bergerak sama sekali.

            Di kesempatan ke tiga, beberapa mahasiswa yang belum pernah maju berusaha untuk menunjukkan dirinya, meskipun memang masih tampak gagap dan gemetar di depan kelas. Di kesempatan itu hanya ada dua mahasiswa yang berani maju, sedangkan waktu masih lama. Dan dosen pun memberikan kesempatan untuk yang belum pernah maju untuk presentasi. Namun sepetinya sudah tak ada lagi mahasiswa yang ingin maju. Selama waktu diberikan, dosen tak henti-hentinya memberikan motivasi, atau juga bagaimana cara speaking. Meskipun begitu, ketika bertanya siapa yang mau maju, suasana kelas menjadi sepi seperti kuburan.

            Ketika waktu sudah semakin habis, Dadaku serasa bergemuruh, keiginanku menggebu-gebu ingin angkat tangan dan maju. Namun badan ini terasa berat untuk digerakkan, sekalipun itu tanganku. Kekhawatiran dan ketakutan kalau seandainya gagal dalam presentasi, malu, dan keraguan-keraguan semakin membuatku berat untuk maju.

            Namun hati kecil ini seperti memberikan kekuatan yang besar. Mau sampai kapan seperti ini? Menjadi seperti pecundang yang hanya puas menyaksikan kehebatan dan kesuksesan teman-teman, mungkin sampai lulus dan menjadi sarjana akan tetap seperti ini, tak akan pernah berubah, mau jadi apa nantinya setelah wisuda? Kala tidak dimulai dari sekarang, mau sampai kapan akan begini terus?

            Di tengah kesunyian di dalam kelas yang berisi kurang lebih sampai 100 mahasiswa ini, dengan sekuat tenaga tangan kanan terangkat dan memecahkan kesunyian. Ketika berdiri, suara tepuk tangan bergemuruh di dalam kelas.

            Dalam perjalanan maju di depan kelas, semua mata tertuju kepadaku. Mungkin banyak yang heran dan bertanya, siapa aku? Sejak kapan aku ada di kelas mereka? Apakah aku memang di kelas itu? Dan mungkin banyak pertanyaan dari tatapan mereka. Karena memang aku lebih sering duduk di bangku belakang tanpa pernah sekalipun maju dan memang aku merasa diriku sangatlah cupu.

            Ketika aku berdiri di depan kelas, dosen memintaku untuk memperkenalkan diri dan mulai presentasi.

            Aku berdiri mematung di depan kelas. Aku lihat wajah-wajah di depanku yang menanti kalimat keluar dari bibirku. Keringat dingin mulai membasahi dahiku. Aku mencoba mengangkat kertas referensiku. Aku lihat tanganku bergetar hebat. Mulutku seakan terkunci rapat dan sulit untuk dibuka. Dosen memperhatikan aku, aku melirik ke arahnya. Ku hela nafas panjang dan mencoba mulai membuka mulutku.

            “Good afternoon guys, let me introduce my self, my name is....”

            “Can you luoud your voice please,” pinta dosen

            Suaraku memang kecil dan seperti bergumam ketika presentasi itu sehingga dosen memintaku untuk mengeraskan suaraku.

            Aku menambah volume suaraku, mencoba mengeluarkan kata-kata yang sudah lebih dari 2 minggu aku hafalkan di depan cermin, bahkan aku rekam di handphone.

            Rasa nervous, sekujur badan gemetar, tangan gemetar memegang kertas, suara nggak jelas hafalan juga hilang.

            Selama presentasi aku hanya berani menatap langit-langit kelas sambil terus ngomong, entah ngomong apa, aku sendiri juga nggak paham, yang penting ngomong.

            Ketika aku anggap cukup, aku akhiri presentasiku.

            “Ok Guys, I think enough about my presentation..”

            Aku pun kembali ke tempat dudukku dengan baju yang basah oleh keringat, aku hela nafas panjang.

            Dosen pun memberikan komentar tentang presentasiku. Ternyata memang jauh dari standar presentasi yang seharusnya.

            “In the end of presentation, you can say “Thats all” to Close your presentataion,” pesan dosen.

            Huft. Masih saja deg-degan dan gemetar setelah presentasi pertamaku.

            Setelah presentasiku itu, salah satu mahasiswa cewek pinjam referensiku dan maju ke depan kelas. Ia mungkin pertemuan sebelumnya nggak masuk, tapi ia ingin maju, makanya ia pinjam kertasku.

            Dan aku semakin malu, ketika ia begitu lancar mempresentasikan referensiku di depan kelas, bahkan ia berbincang-bincang dengan dosen sangat lancar. Namun aku berusaha menghibur diri, karena memang ia lebih tua dari aku dan juga selain kuliah, ia juga sibuk mengajar di lembaga kursus dan rumahnya sendiri. Sedangkan aku memangnya siapa?

            Semenjak presentasi pertamaku yang kacau balau dan galau itu, aku mulai belajar banyak hal, dan setiap saat aku selalu belajar lebih baik lagi. Setelah presentasi itu, aku mulai berani sering angkat tangan dan maju untuk presentasi, meskipun masih gagap-gagap, bahkan aku juga memberanikan untuk ikut speech contest (Next Story) walaupun aku hasilnya aku gagal, setidaknya aku pernah mengalahkan penyiar radio yang menjadi favoritku. Ia sudah jatuh ketika seleksi tulis, sedangkan aku masih ada kesempatan untuk berdiri di podium.

            Keinginan untuk belajar dan berubah menjadi motivasi untukku. Dan memang semenjak itu, aku menjadi lebih aktif di kelas, sampai dosen-dosen juga hafal aku gara-gara sering maju. Bahkan ketika teman-teman menganggap dosen yang mengajar nggak enak dan killer, namun bagiku malah sebaliknya, aku malah menikmatinya dan nilaiku juga lebih baik.

            Sampai ketika akhirnya aku harus terpisah dari teman-teman sejak semester awal karena perampingan kelas. Aku yang awalnya di kelas D, terdepak cowok sendiri dari kelas D yang terusir ke kelas F.
            Di kelas F inilah menjadi semakin menggila, karena rata-rata teman di kelas ini seperti aku yang dulu belum pernah maju di depan kelas. Sampai akhir di kelas F ini, aku menjadi paling aktif dan menguasai kelas.

            Dan Alhamdulillah perubahan dari yang dulunya cupu selalu duduk di belakang tanpa berani angkat tangan, menjadi paling aktif di kelas, duduk paling depan dan menguasai kelas, semua karena proses, keinginan untuk berubah menjadi lebih baik dan tak lupa juga berdoa.

            Mau sampai kapan tetap berada di kondisi yang sama?

            Kalau tidak segera dimulai dari sekarang, kapan lagi??

            Kalau tidak dari diri sendiri, siapa lagi??? (arms)
bluePen, 3000_31021122
#ditemani 14 lagu-lagunya Bang Haji

No comments:

Post a Comment