WELCOME to the Dance Floor of bluePen - Let me be your ARmS to hug You with My ARtS

Pages

Wednesday, October 16, 2013

Belajar Bikin Opini

Pantaskah Pahlawan dengan Ijazah Palsu?

( Oleh: Atho’ R. M Sasmito )



PAHLAWAN Merupakan pejuang yang gagah berani atau orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Namun sebutan pahlawan untuk orang yang ada di masa sekarang bukanlah mereka yang berjuang melawan penjajah, tetapi adalah sosok yang biasa dibanggakan dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa, yaitu guru.

Namun banyaknya kasus pemalsuan ijazah yang dilakukan oleh guru untuk kepentingan sertifikasi beberapa waktu lalu yang berhasil diungkap oleh Panitia Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon 142 Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya (http://penakita.com), dan juga telah ditemukan oleh tim verifikasi dari Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, yang menggunakan nama Unitomo untuk digunakan mendaftar PLPG di Rayon 114 Unesa (http://www.surabayapost.co.id) sangat bertolak belakang dengan profesi mulia yang seharusnya dilakukan oleh seorang pahlawan tanpa tanda jasa.

Memang profesi menjadi guru yang mendapat status Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi impian banyak guru, karena jaminan setiap bulan dan masa tua sudah pasti ada membuat banyak orang rela melakukan apa saja demi mendapatkannya, salah satunya dengan menggunakan ijazah palsu.

Seharusnya ada sanksi tegas kepada mereka yang telah terbukti menggunakan ijazah palsu itu untuk kepentingan sertifikasi guru. Amat sangat disayangkan seandainya kasus itu tidak terungkap atau oknumnya tak tertangkap. Proses untuk mendapatkan ijazah bukanlah sebuah cara yang sangat instan, mudah dan murah mendapatkannya.

Untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) harus ditempuh dengan menjadi mahasiswa selama 4 tahun, bergelut dengan waktu, tugas dan buku.  Kalau mau mengalkulasi pengorbanan yang dilakukan selama kurun waktu 4 tahun menjadi mahasiswa, pasti akan menemukan nominal yang sangat mengejutkan. Dan itu harganya sangat mahal dibandingkan dengan selembar kertas dan pengesahannya dengan memindahkan kuncir dalam prosesi wisuda, apalagi dibandingkan dengan ijazah palsu.

Acungan jempol patut untuk diberikan kepada Panitia PLPG Unipa dan Tim Verifikasi Unitomo yang berhasil mengungkap kasus ijazah palsu. Kalau melihat dari peranan guru, seorang guru bukan sekadar mengajarkan pelajaran kepada murid-muridnya, melainkan lebih dari itu. Yang patut disebut guru adalah mereka yang tak sekedar mengajar tetapi mereka yang mempunyai jiwa pendidik. Mengajar dan mendidik adalah dua kata yang memiliki makna yang berbeda. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesa (KBBI), mengajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui, sedangkan mendidik dari kata didik yang maknanya adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Tugas pokok dan fungsi (tupoksi) seorang guru bukan sekedar mengajar atau mentransfer ilmu pengetahuan yang ada di dalam buku kepada siswa. Namun lebih dari itu, tujuan dari pembelajaran adalah adanya perubahan dari tingkah laku dari peserta didik. Selain memberikan ilmu pengetahuan, seorang guru harus bisa mendidik dan menjadi contoh yang baik kepada anak didiknya.

Banyak ungkapan yang biasanya dilontarkan kepada guru-guru yang sudah mempunyai status sebagai PNS. Walaupun tidak semua guru PNS, namun banyak dikeluhkan bahwa kebanyakan mereka yang sudah PNS dalam mengajar seenak mereka sendiri, tanpa memikirkan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh siswanya. Para guru tipe ini memandang terpenting mereka masuk kelas, menerangkan pelajaran, memberi tugas dan nilai, atau yang mungkin lebih parahnya, mereka hanya menyuruh siswanya untuk mempelajari sendiri materi dan mengerjakan soal-soal yang ada di dalam lembar kerja siswa (LKS) tanpa memberikan bimbingan. Dalihnya adalah sudah bukan waktunya lagi guru banyak membicarakan tentang teori dan sudah saatnya siswa yang lebih aktif mengemukakan teori-teori dan mengembangkannya sendiri. 

Istilahnya banyak yang menyebut kebanyakan guru yang PNS pedomannya mengajar atau tidak mengajar tetap dibayar. Walaupun tidak semua guru PNS, namun cara mengajar yang dirasakan siswa kebanyakan seperti itu.

Jika dibandingkan dengan guru swasta (honorer), keseriusan mereka dalam memberikan ilmu dan juga kedekatan dengan siswa di kelas sangat jauh berbeda. Kebanyakan guru yang masih honorer lebih serius dalam mengajar dan mendidik siswanya. Mereka bukan sekedar menerangkan ilmu dari dalam buku, namun mereka juga mencoba lebih mendalami tentang siswanya, terkadang mereka juga harus membuat inovasi-inovasi dalam memberikan pelajaran di dalam kelas agar lebih menarik, lebih mudah untuk dipahami dan juga lebih dekat dengan anak didiknya. 

Seorang guru harusnya menjadi inspirasi dan teladan bagi murid-muridnya. Jika menilik esensi dari seorang guru, masih pantaskah gelar pahlawan tanpa tanda jasa itu disandang olehnya, jika menggunakan ijazah palsu demi kepentingan sertifikasi? (arms)

bluePen, 943031020180
----------------------------------

Penulis adalah Pegiat Sekolah Menulis SEC, alumni IKIP PGRI Bojonegoro


No comments:

Post a Comment