WELCOME to the Dance Floor of bluePen - Let me be your ARmS to hug You with My ARtS

Pages

Monday, December 30, 2013

Pembalasan Si Sapi


Pembalasan Si Sapi
(Oleh : Atho' R.M Sasmito)
AKU Tak tahu kenapa Tuanku lebih suka menyebut diriku Sapi dari pada nama asliku sendiri. Mungkin karena bentuk tubuhku sendiri kalau dilihat-lihat dan diimajinasi memang sekilas tampak seperti sapi. Tapi entah apapun alasan Tuanku memanggilku Sapi, yang jelas aku merasa berbeda dibandingkan tunggangan-tunggangan yang lain.

 Pertama kali aku dibawa kepada Tuanku sekitar satu tahun yang lalu. Saat itu aku berdebar-debar untuk bertemu dengannya. Aku tiba di rumah siang hari Jumat, menanti-nati seperti apa orang yang nanti akan menunggangiku ke manapun ia ingin pergi. Sampai sore hari aku mendengar katanya ia pulang larut malam karena lembur. Aku pun semakin penasaran dengannya, dan aku yakin ia di sana juga sudah nggak sabar ingin berkenalan dan menunggangi diriku.

 Keesokan harinya, aku mulai berkenalan dengan Tuanku. Ternyata Tuanku masih muda dan cakep, wahhh pasti tambah membuatku menjadi semakin keren. Tuanku mulai mengajakku berkenalan.

 “Wah Sapiku sudah bangun, ayo pemanasan dulu sebelum jalan-jalan," ucapnya seraya terseyum ramah kepadaku.

 "Siap Tuan. Kemanapun Tuan pinta, saya siap melayani," ucapku seperti Jin dalam lampu yang ditemukan Aladin.

 Ternyata perkenalan pertama, aku tahu Tuanku orangnya sangat hati-hati dan pengertian kepadaku. Buktinya ia tahu bagaimana memperlakukanku, kalau biasanya orang-orang malas selalu menjewer telinga agar bangun pagi hari, terus diajak berlari langsung, namun Tuanku berbeda. Ia mengelus pinggangku untuk membuatku bangun, setelah itu ia membiarkan aku melakukan pemanasan dua sampai tiga menit, selanjutnya ia mengajakku keliling desa.

 “Mantap! Setelah sekian lama akhirnya bisa juga aku menunggangimu," puji Tuanku sesampainya di rumah.

 Beberapa saat ia, Tuanku itu, tampak bersemangat untuk siap-siap membawaku ke tempat kerjanya.

 Aku tak tahu kenapa, entah setan Sapi jenis apa yang telah mengotori pikiran Tuanku, sehingga ia lebih memilihku untuk mengabdi kepadanya daripada yang lain. Padahal, masih banyak yang lebih keren daripada aku. Ada Si Macan Putih yang iklannya berlari di salju, ada juga Si Harimau yang udah lebih dulu fenomenal dari aku, yang lebih keren juga yang namanya seperti pendekar dari jepang warnanya hijau pasti bikin cewek-cewek pada pengen ditunggangi...ups diboncengin.

#Bayangkan Kalau ini Si Besar Warna Hijau dengan Ban Kayak Donat...Hmmmm...Nggak Banget!!!

 Yang aku tahu dari curhatan Tuanku, sejak sekitar 2 tahun sebelum aku datang, Tuanku sangat tergila-gila dengan pesona dari kaum-kaumku. Setiap ada saudaraku yang lewat pasti diliriknya, bahkan juga sampai dibuntuti sambil terbayang nikmatnya nenunggangiku. Bahkan saking gilanya, ia mengoleksi gambar-gambar saudaraku, dan mengedit fotonya ada di atas punggung saudaraku, benar-benar gila. Dan hari-hari menjelang kedatanganku, ia mencari-cari informasi tentang kekurangan dan kelebihanku, serta bagaimana cara memeliharaku agar tetap sehat dan siap untuk digembalakan dimanapun tempatnya.

 Hari ini tepat satu tahun aku setia menemani Tuanku. Banyak pengalaman yang aku rasakan bersamanya. Di antaranya, tepat seminggu kehadiranku di rumahnya, Nyonya Besar alias Ibu dari Tuanku jatuh dari tempat tidur dan dilarikan ke rumah sakit. Selama itu juga aku tak bisa merasakan saat-saat yang indah bersama Tuanku, karena pikirannya kacau, kegembiraan yang seharusnya ia rasakan bisa menikmati aku tak bisa aku rasakan. Di bulan pertama, aku tak bisa membahagiakan Tuanku.

 Sekarang, di hari ulang tahunku, aku telah banyak berkelana dan berpetualang dengan Tuanku. Kalau pada umumnya dalam satu tahun normalnya rata-rata tunggangan menempuh jarak 12.000 km, tapi itu tidak berlaku untukku. Di usiaku tepat satu tahun ini, bersama Tuanku aku telah mencapai 20.000 km. Dan yang lebih mengherankan, aku jarang diajak ke luar kota. Seingatku hanya dua kali ke luar kota, yakni sekitar bulan April lalu aku diajak ke Mojokerto, dan beberapa minggu kemarin aku baru dari Bromo, dengan oleh-oleh badanku lecet dan tandukku sedikit bengkong.


#Si Sapi Mejeng sama Kuda Bromo  :D

 Walaupun baru dua kali atau tepatnya tiga kali ke luar kota, yakni juga pernah ke Cepu, paling tidak itu juga sudah keluar dari kota, namun hampir semua tempat di  semua sudut arah mata angin di kabupaten ini pernah aku singgahi, bahkan pernah sampai ke sebuah desa di ujung kabupaten ini yang aku yakin belum ada satupun Sapi pernah ke sana. Berbagai medan juga pernah aku jejaki dengan tapakku yang lebar ini. Mulai dari aspal mulus, jalan berbatu dan berdebu, lumpur yang licin, juga jalan berbatu di tengah hutan yang tidak lazim untuk dilalui oleh spesies sepertiku. Maka tak mengherankan, meskipun jarang ke luar kota, namun aku telah menempuh 20.000 km dalam satu tahun hanya melibas jalanan di kota ini. Itu semua karena tanggung jawab Tuanku berkunjung di berbagai tempat di kabupaten ini, sesuai dengan hobinya yang suka keluyuran.



#Ribuan Kilo Jalan yang Kau Tempuh, Syalalalalalalaaaaa....

 Namun akhir-akhir ini aku agak kurang fit karena perlakuan Tuanku. Minggu kemaren hampir seminggu bengawan solo meluap dan mengakibatkan banjir. Rumah Tuanku yang berada di bantaran sungai memang tidak kebanjiran, namun jalan yang harus ku tempuh untuk keluar dari desa harus menerjang banjir di jalanan.

 Di hari pertama banjir, aku dipaksa Tuanku untuk menerjang banjir yang sudah sampai dadaku. Setelah berjuang keras mendengus-dengus dengan keras akhirnya aku bisa melewati banjir itu. Sesampainya di rumah aku hela nafas panjang untuk istirahat.

 Banjir di hari ke-dua, Tuanku lebih nekat, pagi hari setelah pemanasan aku tak diberinya minum, padahal tenagaku sudah diperas kemarin, akibatnya ketika aku menerjang jalan yang sama, tepat di tengah banjir aku ambruk kehabisan tenaga. Tuanku mencoba menjewer untuk membangunkanku, namun tak berhasil. Kemudian ia mulai menggenjotku di tengah banjir, mau tak mau dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada aku bangkit kembali dan mendengus-dengus dengan suara memekakkan telinga ketika menerjang banjir.

 Dan di hari ke tiga, ia tak berani lagi mengajakku lewat jalan yang sama, karena ia juga bisa merasakan kondisiku kurang fit.

 "Hari ini aku tidak akan memaksamu lagi Sapi, hari ini kita break dulu, aku tahu kamu pasti sangat kecapekan gara-gara banjir," katanya tersenyum sambil memandikanku.

 Aku sedikit bernafas lega mendengarnya, paling tidak aku bisa sedikit merenggakngkan otot-ototku, dua hari banjir benar-benar menguras tenagaku.

 Namun kelegaanku berubah ketika Tuanku tiba-tiba menerima pesan dari handphonenya dan dengan segera ganti pakaian.

 "Maaf Sapi, hari ini ada tugas mendadak. Ayo temani aku ekspedisi bantaran sungai bengawan solo," ucap tuanku.

 "Hahhh! Aku capek, butuh istirahat," gumamku kecewa.

 "Aku janji, hari ini tidak akan memaksamu seperti kemarin, aku rela terjun langsung nanti, daripada melibatkanmu berendam bersamaku," janjinya seraya tersenyum kepadaku.

 Dengan lesu, aku merelakan punggungku untuk ditunggangi Tuanku dan berangkat menuju desa-desa di bantaran sungai bengawan solo.

 Setelah melalui berbagai desa, Tuanku memang tidak melanggar janjinya, ia mencari jalan agar aku tidak menerjang banjir. Namun karena aku benar-benar lelah, akhirnya aku ngambek dan tidak mau lagi diajak jalan. Ku lihat Tuanku mulai bimbang.

 "Waduh, kenapa sih kamu ngambek? Aku kan nggak ngajak kamu menerjang banjir lagi. Ayo donk bangun, tugasku belum selesai nih," kata Tuanku cemberut.

 Sampai tengah hari aku masih ngambek, aku benar-benar capek. Tapi ku lihat langit mulai gelap, aku merasa kasihan pada Tuanku yang sedang menjalankan tugasnya. Setelah dirayu-rayu, akhirnya aku luluh, tapi bukan karena rayuan, melainkan aku kasihan sebentar lagi hujan pasti turun. Aku pun bangkit, dan Tuanku bersorak kegirangan. Kita pun melanjutkan perjalanan.


#Melintasi Sungai Bengawan Solo

 Tapi ternyata Tuanku mengingkari janjinya, meskipun ia sudah bertanya pada orang dan melarangnya, namun ia tetap memaksaku menerjang banjir lebih parah. Aku benar-benar sewot dibuatnya, apalagi sepanjang perjalanan pulang hujan deras tak membuat Tuanku peduli kepadaku.

 Kemarin tepat di Hari Natal, akhirnya dendamku pada Tuanku terbalaskan atas penderitaan yang aku alami. Ketika pagi hari aku pemanasan, ia mengolesiku dengan minyak, begitu ia lengah, kugigit telunjuknya hingga ujungnya hancur. Pagi itu rumahnya menjadi ramai, lantaran para tetangga berdatangan melihat apa yang terjadi.

 Di dekat sumur tua samping rumah, ia dikerumuni oleh tetangga, ujung telunjuknya hancur oleh gigitanku hingga tampak tulang kecil warna putih di antara darah merah segar yang terus menetes ke lantai. Dan akhirnya ia dibawa ke rumah sakit di pagi hari yang gerimis itu.

 Sesampainya di rumah, aku tersentak mendengar bahwa ujung telunjuknya terancam amputasi. Aku tak menyangka sampai segitunya akibat dari gigitanku.

 Maafkan aku Tuan, setidaknya dengan begini aku bisa lebih banyak waktu untuk istirahat. Dan kamu, aku yakin tahu bagaimana memanfaatkan waktu luangmu.


#Sapinya Nuakallll... :(




 bluePen, 8164_72213102



#Dimuat Minggu, 29 Desember 2013 di : http://blokbojonegoro.com/read/module/20131229/pembalasan-si-sapi.html

Kirimkan juga Karyamu ke Email : blokbojonegoro@gmail.com
Cerpen tayang setiap hari Minggu.

No comments:

Post a Comment